BACAAJA, SEMARANG – Belum reda air matanya di sidang sebelumnya, kini Mujiyanti alias Cik Mel balik bersuara lebih lantang.
Ia nggak terima dituntut lebih berat dari pegawai BNI yang justru punya jabatan di bank itu.
Sebelumnya Cik Mel dituntut penjara 8 tahun dan 6 bulan, denda Rp500 juta, dan uang penganti Rp6,3 miliar. Dia disebut sebagai pelaku utama.
Sementara terdakwa Dewi Kusumanita, analis BNI dituntut 5,5 tahun penjara, denda Rp500 juta, dan bayar uang pengganti Rp740 juta
“Kenapa tuntutan saya lebih berat dari pegawai BNI?” katanya pelan tapi tegas di hadapan majelis hakim Tipikor Semarang, Rabu (22/10/2025).
Cik Mel masih heran kenapa dirinya dijadikan kambing hitam. Ia mengaku punya modal usaha sendiri, jadi nggak harus korupsi.
Yang bikin tambah miris, Cik Mel kini juga dijerat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Padahal, kata dia, uang yang disebut hasil korupsi itu sebagian masih belum kembali ke tangannya.
“Saya malah sekarang dijerat TPPU. Padahal saya masih punya piutang. Saya juga sakit-sakitan, Yang Mulia. Saya sungguh kecewa dengan mereka yang menjerumuskan saya,” curhatnya, setengah menangis.
Cik Mel menunduk, lalu menatap hakim. “Satu-satunya harapan saya cuma Yang Mulia. Saya mohon putusan seadil-adilnya,” tutupnya dengan suara pelan.
Penasihat hukumnya pun ikut menegaskan: tuntutan jaksa dinilai nggak adil dan nggak proporsional. Dia berharap majelis menerima pembelaan.
“Memohon agar membebaskan terdakwa, atau setidaknya melepaskan dari semua tuntutan hukum, serta memulihkan hak-haknya,” kata pengacara Cik Mel dalam sidang.
Menurutnya, posisi Cik Mel cuma perantara masyarakat kecil yang ingin mengakses pinjaman. Ia bukan pegawai BNI, nggak punya kuasa kredit, apalagi kebijakan pencairan dana.
Sementara pegawai bank yang justru punya akses dan kewenangan malah dituntut lebih ringan. Ini kan janggal. Begitu sindiran sang kuasa hukum. (bae)


