BACAAJA, SEMARANG- Jadi pemimpin itu nggak cukup modal gaya doang. Harus punya visi jelas, integritas, adil, dan yang nggak kalah penting: doyan baca. Pesan itu ditegaskan Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng, saat sharing bareng ratusan peserta di Seminar Kepemimpinan dan Literasi 2025 yang digelar Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah (KpwBI) Jawa Tengah di Radjawali Semarang Culture Center, Jumat (3/10).
“Kalau pemimpin udah fokus sama tujuannya dan jago ngelola konflik, setengah urusannya kelar,” kata Agustina, disambut anggukan 250 mahasiswa, akademisi, sampai Bunda Literasi Kecamatan yang hadir.
Nggak berhenti di situ, Agustina juga cerita soal leadership yang butuh kekuatan moral dan kemampuan membangun masyarakat. Ia kasih contoh program dana operasional Rp25 juta per RT yang tujuannya bikin solidaritas warga makin solid lewat rembuk bareng.
“Mindset rembug itu penting. Karena dari obrolan warga di level bawah bisa muncul narasi besar yang berpengaruh ke atas. Kalau nggak dikelola, bisa jadi negatif,” jelasnya.
Bangun Kepercayaan
Agustina juga sempat nyentil soal trust antara pemimpin dan masyarakat. Ia bilang kondisi Semarang yang relatif aman bukan karena dirinya super, tapi karena ada kepercayaan yang dibangun bareng-bareng lewat gotong royong.
Diskusi makin seru waktu seorang mahasiswa Unnes, Muhammad Eka nanya gimana caranya jadi pemimpin yang bisa balance antara visi pribadi dengan harapan banyak pihak. Agustina jawab lugas: pemimpin harus pegang teguh visi misi, tapi tetap fleksibel mengelola konflik.
Ia bahkan sempat mengutip Bung Karno: “Teguh dalam prinsip, luwes dalam bergaul.” “Kalau keinginan anggota masih sejalan dengan visi misi, gas terus. Tapi kalau melenceng dan bisa ganggu tujuan besar, ya harus rembukan lagi,” jawabnya.
Sebagai Bunda Literasi Kota Semarang, Agustina nutup sesi dengan pesan simpel tapi dalam: jangan malas baca. Menurutnya, dengan membaca, pemimpin bisa lebih peka dan ngerti apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat. “Aku juga suka baca novel, khususnya fiksi sejarah. Dari situ banyak banget nilai kepemimpinan yang bisa dipelajari,” tutupnya. (tb)