BACAAJA, BANJARNEGARA – Bulan Bahasa tahun ini di SMA Negeri 1 Purwareja Klampok terasa beda banget. Bukan lomba puisi biasa, bukan juga drama klasik yang bikin ngantuk. Sekolah ini memilih cara yang lebih segar: sebuah pertunjukan sastra yang dicampur seni sulap dan teatrikal, namanya “Sastra Sulap Puitik”.
Acaranya digelar di aula utama sekolah. Lampu-lampu dipasang meriah, backdrop sederhana tapi terkesan artsy. Dari luar saja sudah terasa vibes acara bakal keren.
Yang jadi bintang panggung adalah Yoga Bagus Wicaksana—lebih dikenal sebagai Tempolong. Seniman muda ini datang bareng Sanggar Seni Samudra, komunitas yang sering ngulik konsep seni nyeleneh tapi penuh makna.
Begitu pertunjukan dimulai, suasana langsung berubah kayak masuk ke dunia fantasi. Tempolong ngeracik kata-kata puitis yang menyentuh, terus tiba-tiba ada trik sulap menyelinap di tengah-tengah. Satu waktu dia baca puisi tentang mimpi, eh… selembar kertas puisi bisa hilang mendadak. Penonton sampai nggak bisa bedain mana yang puisi, mana yang ilusi.
“Awalnya saya mikir cuma baca puisi doang, ternyata kayak nonton sulap sambil diajarin ngerasain makna,” kata Lina, salah satu siswa yang masih terpukau setelah acara selesai. “Fun banget, beda dari kegiatan sastra lainnya!”
Tiap segmen pertunjukan selalu ditutup tepuk tangan panjang. Ada yang sampai berdiri saking kagumnya. Guru-guru pun ikut senyum lebar melihat antusiasme para siswa.
Kepala Sekolah, Ibu Linovia Karmelita, juga terlihat bangga. Dalam sambutannya, ia menekankan kalau Bulan Bahasa bukan cuma ritual tahunan. Lebih dari itu, ini tentang mengajak siswa berani berekspresi dan jatuh cinta lagi pada bahasa Indonesia.
“Inilah literasi masa kini. Sastra nggak harus serius, bisa dikemas menyenangkan tanpa kehilangan esensi,” ujar Ibu Linovia setelah menonton pertunjukan.
Bagi Tempolong sendiri, ini jadi ajang membuktikan bahwa acara sastra bisa menjangkau siapa saja. “Seni itu hidup kalau dibikin interaktif,” katanya singkat sembari mengusap keringat habis tampil.
Pertunjukan ini juga jadi bukti bahwa ruang kreatif di sekolah masih luas banget buat dieksplorasi. Kolaborasi dengan komunitas seni seperti Sanggar Seni Samudra bikin siswa merasa lebih dekat dengan dunia seni yang sebelumnya terasa jauh.
Ketika acara selesai, siswa masih ramai ngobrolin bagian favorit mereka. Ada yang pengen coba sulap puisi, ada yang tiba-tiba kepikiran nulis karya sendiri. Yang jelas, pengalaman ini nancep banget di kepala.
Sastra Sulap Puitik jadi penutup yang manis buat Bulan Bahasa tahun ini. Energi literasi terasa makin hidup, dan siapa tahu, pertunjukan ini bisa jadi awal dari tradisi baru di SMAN 1 Purwareja Klampok: merayakan sastra dengan cara yang lebih asik dan tak terlupakan.
Karena ternyata… puisi juga bisa bikin semua orang bilang:
“Wah, kok bisa?!” (*)


