BACAAJA, JAKARTA –Buat kamu yang suka mikir “Hukum di Indonesia kok kayaknya kaku dan nggak adil ya?”, mungkin kabar ini bisa bikin kamu sedikit optimis. Komisi III DPR RI lagi serius banget merombak Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dan hasilnya lumayan menjanjikan.
Dalam kunjungan kerja spesifik Komisi III DPR ke Batam, Kepulauan Riau, Jumat (22/8), sejumlah poin krusial dalam RUU KUHAP disepakati. Nggak main-main, rancangan ini bakal jadi fondasi baru hukum pidana Indonesia — lebih humanis, lebih transparan, dan lebih adaptif sama zaman sekarang.
Salah satu yang paling disorot adalah soal penyadapan. Sekarang, penyadapan resmi masuk ke hukum acara pidana. Tapi tenang, teknis pelaksanaannya akan diatur dalam undang-undang khusus biar nggak disalahgunakan. Jadi, nggak bisa asal sadap!
Lalu, ada juga aturan baru soal pemblokiran aset dan akun digital. Tujuannya jelas: mencegah pelaku kejahatan nyumputin harta atau transaksi mencurigakan lewat internet. Gokil, kan? Hukum kita mulai melek digital!
Dari sisi prosedur, DPR juga ngegas soal aturan penangkapan dan penahanan. Penangkapan maksimal cuma boleh 1×24 jam, dan semua proses kayak penggeledahan sampai penyitaan harus lebih akuntabel. Bahkan, pemeriksaan bisa direkam pakai kamera pengawas buat mencegah penyimpangan. Transparansi full!
Nah, buat kamu yang peduli sama hak asasi, kabar baiknya: hak tersangka, saksi, dan advokat makin diperkuat. Tersangka dan saksi wajib bisa didampingi pengacara sejak awal penyidikan. Pengacara juga dapat hak imunitas biar bebas dampingi klien tanpa takut ditekan.
Yang nggak kalah keren, KUHAP baru juga ngasih perhatian lebih ke korban, perempuan, lansia, dan penyandang disabilitas. Perlindungan mereka dipastikan lebih kuat dalam proses hukum.
Soal bukti juga nggak ketinggalan update. Sekarang alat bukti elektronik sah digunakan di pengadilan. Plus, sistem peradilan kita mulai disiapkan buat era digital. Nggak cuma soal nyari keadilan, tapi juga gimana prosesnya tetap akuntabel dan modern.
Tapi tunggu dulu, ini bagian paling menarik: RUU KUHAP juga mengusung konsep keadilan restoratif alias restorative justice. Jadi bukan cuma fokus ngasih hukuman, tapi juga pemulihan. Pelaku, korban, dan keluarga bisa duduk bareng cari solusi terbaik. Ini penting buat ngurangin overkapasitas lapas dan menyelesaikan kasus lebih cepat.
Ada juga mekanisme baru seperti:
- Plea Bargaining: Terdakwa yang ngaku salah dan kooperatif bisa dapet keringanan hukuman.
- Deferred Prosecution Agreement: Penundaan penuntutan untuk korporasi yang memenuhi syarat tertentu.
- Putusan Pemaafan Hakim: Hakim bisa nyatakan terdakwa bersalah tapi nggak ngasih hukuman kalau perbuatannya ringan dan demi kemanusiaan.
Anggota Komisi III DPR, Rudianto Lallo, bilang semua ini penting biar hukum kita nggak cuma tegas, tapi juga adil dan manusiawi. “Paradigma hukum kita mulai bergeser. Bukan cuma menghukum, tapi juga memulihkan,” katanya.
Wakil Ketua Komisi III DPR, Moh. Rano Alfath, juga bilang kalau suara dari aparat daerah — kayak Kapolda dan Kepala Kejaksaan — juga diakomodasi. Menurut dia, RKUHAP yang baru ini dibangun bareng-bareng biar responsif dan sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan.
Kapolda Kepri pun ngasih dukungan penuh. Dia yakin RUU KUHAP yang baru ini lebih responsif dan berpihak ke keadilan masyarakat sipil. “Kami siap laksanakan. Tugas kami pastikan aturan ini berjalan baik di lapangan,” tegasnya.
Intinya? KUHAP baru ini bukan sekadar pembaruan, tapi langkah maju buat sistem hukum kita. Lebih adil, lebih manusiawi, dan pastinya lebih siap hadapi tantangan zaman.
Yuk, kita kawal bareng proses ini, biar hukum makin #Berkeadilan dan #Bermartabat!