BACAAJA, BANJARNEGARA – Malam pertama Dieng Culture Festival (DCF) XV 2025 benar-benar mencuri perhatian. Ribuan lampion yang dilepaskan ke langit ketinggian Dieng pada Sabtu malam (23/8) seakan mengubah dataran tinggi itu menjadi samudra cahaya yang syahdu.
Tradisi penerbangan lampion selalu jadi momen paling ditunggu dalam festival budaya tahunan ini. Bukan hanya karena keindahannya, tapi juga karena makna doa dan harapan yang ikut terbang bersama cahaya lampion ke angkasa.
Bagi sebagian orang, momen ini bahkan menjadi kisah personal yang tak tergantikan. Seperti Ovan dan Ida, pasangan asal Magelang, yang menjadikan penerbangan lampion sebagai simbol perjalanan cinta mereka. “Ini anniversary pertama kami. Hubungan kami berawal di DCF 2024, jadi rasanya momen ini istimewa banget. Harapannya tahun depan kami bisa kembali ke sini dengan status baru, sebagai keluarga,” ungkap Ida penuh senyum.
Cerita berbeda datang dari Adrinta, pengunjung asal Probolinggo yang baru pertama kali berhasil menjejakkan kaki di Dieng. “Ini wishlist saya sejak lama. Akhirnya kesampaian juga. Rasanya haru dan bahagia bisa menerbangkan lampion di sini. Doanya semoga ikut terbang dan dikabulkan,” ujarnya berbinar.
Tak heran, banyak pengunjung menyebut malam lampion sebagai pengalaman spiritual sekaligus romantis yang sulit dilupakan. Penerbangan lampion pun menjadi simbol kebersamaan ribuan orang yang berkumpul dalam satu langit harapan.
Namun, DCF XV 2025 tidak berhenti di situ. Hari pertama juga dimeriahkan dengan kongkow budaya, festival domba Batur, pentas seni tradisional, hingga konser musik yang memadukan talenta lokal dengan musisi nasional. Sementara itu, ratusan UMKM turut meramaikan area festival dengan produk unggulan mereka, dari kopi khas Dieng, kuliner tradisional, hingga kriya etnik Banjarnegara.
Pengunjung pun tampak antusias menjelajah stan UMKM, apalagi transaksi jadi lebih mudah dengan pembayaran digital QRIS yang digencarkan Bank Indonesia Purwokerto. Festival budaya ini sekaligus memberi ruang besar bagi geliat ekonomi kreatif masyarakat lokal.
Untuk hari kedua, Minggu (24/8), panitia sudah menyiapkan prosesi sakral cukur rambut gimbal anak bajang di Kompleks Candi Arjuna. Prosesi ini akan diawali dengan arak-arakan anak bajang keliling desa, diiringi peserta yang memakai busana tradisional.
Selain prosesi ikonik itu, ada juga pertunjukan ketoprak, aksi “Dieng Bersih”, hingga ritual budaya masyarakat setempat. Malamnya, penampilan musik bernuansa akustik budaya akan menutup rangkaian acara dengan nuansa intim.
Bupati Banjarnegara, Amalia Desiana, menegaskan bahwa tahun ini DCF mengangkat tema “Back to the Culture”. Fokus utamanya adalah kembali ke akar budaya Dieng, sehingga festival terasa lebih sederhana namun sarat makna. “Kami ingin mengingatkan bahwa DCF bukan sekadar hiburan, tapi juga ruang untuk merawat budaya dan menjaga kelestarian alam,” katanya.
Dengan lampion yang melayang indah, lantunan musik, hingga prosesi budaya penuh filosofi, DCF XV 2025 kembali membuktikan diri sebagai festival yang memadukan romantisme, spiritualitas, serta kebanggaan masyarakat terhadap warisan budaya Nusantara. (*)