BACAAJA, JAKARTA – Gelombang meme yang menyinggung Bahlil Lahadalia bikin suasana politik mendadak panas. Bukan cuma soal gambar lucu, tapi sudah masuk ke ranah sensitif yang dinilai melanggar batas kesopanan di ruang digital.
Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Muhamad Sarmuji, buka suara soal langkah hukum yang diambil dua sayap partai, Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) dan Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI). Katanya, laporan ke polisi itu bukan cuma buat membela Bahlil, tapi juga bentuk peringatan agar media sosial nggak jadi tempat bebas menghina orang.
“Mereka ingin ruang digital itu tetap sehat, bukan diwarnai ujaran yang melampaui batas,” ujar Sarmuji dalam keterangannya, Kamis (23/10/2025).
Menurutnya, langkah itu juga nggak ada kaitannya dengan instruksi dari DPP Partai Golkar. AMPG dan AMPI bergerak atas kesadaran sendiri, tanpa perintah dari atas.
“Jadi ini bukan perintah partai, tapi inisiatif dua sayap muda yang merasa situasi di medsos sudah terlalu kebablasan,” lanjutnya.
Buat Sarmuji, kritik itu bagian penting dari demokrasi, tapi kalau sudah mengarah ke penghinaan dan kebohongan, ya harus diberi batas. “Kritik boleh, tapi fitnah jangan jadi budaya,” tegasnya.
Sebelumnya, AMPG memang resmi melaporkan sejumlah akun media sosial ke Polda Metro Jaya pada Senin (20/10/2025). Mereka menilai beberapa akun sengaja menyebar meme yang menyerang pribadi Bahlil.
Wakil Ketua Umum AMPG, Sedek Bahta, menyebut serangan itu terstruktur dan masif. “Akun-akun ini menyerang martabat Ketua Umum kami dengan konten yang melecehkan,” ujarnya.
Nggak tanggung-tanggung, beberapa meme yang beredar bahkan menampilkan wajah Bahlil dengan kalimat satir seperti “wudhu pakai bensin” atau “lempar jumrah pakai batu bara.”
Bagi AMPG, lelucon seperti itu sudah kelewat batas. Mereka menilai penghinaan personal seperti ini bisa merusak budaya berdiskusi sehat di media sosial.
“Kalau kritik soal kebijakan, kami bisa terima. Tapi kalau sudah menyerang pribadi, itu lain cerita,” kata Sedek.
Bahlil sendiri saat ini tengah jadi sorotan karena kebijakan pembatasan impor BBM non-subsidi yang bikin banyak SPBU swasta kelimpungan. Kebijakan itu menuai pro-kontra, dan efeknya terasa sampai ke dunia maya.
Namun di tengah kontroversi itu, langkah hukum AMPG dan AMPI justru jadi perdebatan baru. Ada yang mendukung karena ingin ruang digital lebih tertib, tapi ada juga yang menilai ini bisa mengancam kebebasan berekspresi.
Sarmuji mencoba menenangkan situasi. Katanya, jangan buru-buru menilai ini sebagai upaya membungkam kritik. “Tujuannya menjaga adab, bukan menutup mulut orang,” ucapnya.
Ia menegaskan, ruang publik digital seharusnya jadi tempat berdiskusi dengan etika, bukan arena saling serang dengan kata-kata kasar.
“Kalau tiap beda pendapat langsung dihina, nanti publik kehilangan ruang untuk berpikir sehat,” katanya lagi.
Langkah hukum ini pun jadi pengingat buat pengguna media sosial: kebebasan berekspresi tetap ada batasnya.
Apalagi kalau sudah menyangkut penghinaan personal yang bisa merusak reputasi seseorang. Karena dunia maya bukan ruang kosong—jejak digital bisa panjang dan berdampak nyata.
Bagi Partai Golkar, langkah AMPG dan AMPI ini sekaligus sinyal bahwa politik juga harus punya etika di dunia digital. Kritik boleh, tapi jangan sampai berubah jadi serangan pribadi.
Pada akhirnya, meme memang bisa jadi hiburan, tapi kalau disalahgunakan, bisa berubah jadi senjata tajam. Dunia maya butuh keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab—dua hal yang sering kali susah jalan bareng.
Dan mungkin itu pesan terbesar dari kisah “meme Bahlil” ini: bahwa di balik tawa sarkas di layar ponsel, selalu ada garis halus yang sebaiknya tak dilanggar. (*)


