
BACAAJA, SEMARANG- Industri tembakau Indonesia lagi-lagi buktiin diri sebagai penjaga fiskal negeri. Tahun 2024, duit yang disetor ke negara lewat Cukai Hasil Tembakau (CHT) tembus Rp216,9 triliun, naik dari tahun sebelumnya.
Tapi di balik angka fantastis itu, masih ada satu masalah yang nggak pernah benar-benar padam: peredaran rokok ilegal.
Menurut data Bea Cukai Jawa Tengah dan DIY, sampai Oktober 2025 udah ada 2.010 kasus penindakan hasil tembakau ilegal. Total barang bukti yang diamankan nyampe 109 juta batang rokok senilai lebih dari Rp158 miliar.
Kalau nggak dicegah, potensi kerugian cukainya bisa tembus Rp105 miliar. “Trennya sih stabil dibanding tahun lalu, tapi posisi Jateng sekarang udah krusial banget karena jadi jalur utama distribusi dari timur ke barat,” ujar R Megah Andiarto, Humas Bea Cukai Jateng-DIY saat ditemui.
Industri hasil tembakau masih jadi sumber hidup jutaan orang, dari petani, buruh pabrik, sampai pedagang kecil. Totalnya diperkirakan enam juta tenaga kerja yang menggantungkan hidup dari sektor ini. Tapi kalau rokok ilegal makin banyak, efek dominonya bisa kemana-mana: pendapatan negara turun, dana kesehatan seret, dan program petani ikut kena imbas.
Bea Cukai nyatet, jalur Pantura masih jadi wilayah paling rawan peredaran rokok ilegal. Pelanggaran paling sering adalah rokok tanpa pita cukai, disusul pita cukai palsu dan penyalahgunaan pita resmi.
Fokus Edukasi
Buat ngelawan ini, Bea Cukai bareng Satpol PP dan kepolisian terus ngegas lewat program “Gempur Rokok Ilegal” dan Operasi Gurita. Nggak cuma razia, mereka juga fokus ngasih edukasi ke masyarakat dan pelaku usaha kecil biar mau masuk ke skema legal.
Biar pengawasan makin rapet, Bea Cukai mulai pake pita cukai digital berbasis barcode biar produk tembakau bisa dilacak secara elektronik. Selain itu, kampanye anti rokok ilegal juga digencarkan lewat kampus, komunitas pasar, dan medsos.
“Tujuan akhirnya sederhana, biar semua produsen main di jalur legal dan hasil cukainya balik ke rakyat,” kata Megah. Bea Cukai juga ngajak masyarakat ikut ngawasin. Laporannya bisa disalurin lewat call center 1500225, akun resmi Bea Cukai, atau langsung ke Polsek dan Satpol PP.
Soalnya, kalau rokok ilegal makin marak, Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) ke daerah bisa berkurang. Padahal duit ini yang dipakai buat program kesehatan, pelatihan petani, sampai pemberantasan rokok ilegal di lapangan.
Industri tembakau udah jadi bagian sejarah panjang ekonomi Indonesia. Dari zaman kolonial sampai era digital. Tapi kalau rokok ilegal masih bebas ngebul, yang rugi bukan cuma negara, tapi juga rakyat kecil yang hidup dari setiap helai tembakau. (tebe)


