BACAAJA, JAKARTA – Kabar panas datang dari kawasan elit Jakarta Selatan. Sebuah rumah megah di Jalan Hang Lekir XI, Kebayoran Baru, resmi disita Kejaksaan Agung (Kejagung). Rumah itu bukan milik orang sembarangan — tapi milik Mohammad Riza Chalid, si saudagar minyak yang kini jadi buronan kelas kakap.
Rumah tersebut disita karena diduga hasil dari tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan korupsi dalam tata kelola minyak mentah. Nilainya? Jangan kaget, kerugian negara ditaksir sampai Rp285 triliun.
Aset Atas Nama Anak
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, bilang penyitaan itu bukan asal-asalan. Tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus sudah melacak, dan ternyata rumah itu berdiri megah atas nama Kanesa Ilona Riza — anak Riza Chalid sendiri.
“Rumah ini kami sita untuk memperkuat bukti dugaan tindak pidana pencucian uang yang bersumber dari korupsi tata kelola minyak mentah,” jelas Anang, Sabtu (18/10/2025).
Dari Saudagar ke Buronan
Nama Riza Chalid bukan nama baru di dunia bisnis minyak Indonesia. Ia dikenal punya pengaruh besar di balik urusan impor dan tata kelola minyak. Tapi kini, bayangan kejayaan itu luntur.
Riza ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi di PT Pertamina Subholding dan KKKS periode 2018–2023. Modusnya: mengatur proyek penyewaan Terminal BBM Merak yang sebenarnya belum dibutuhkan Pertamina.
Rugi Triliunan, Negara Tekor
Dari proyek yang kelihatan manis itu, Pertamina justru tekor Rp2,9 triliun. Pembayaran sewa dilakukan untuk aset yang bahkan belum jadi milik mereka. Jaksa menyebut, semua ini hasil intervensi Riza dan anaknya lewat jaringan bisnis yang mereka kendalikan.
“Kerugian negara total mencapai Rp285 triliun dari seluruh praktik tata kelola minyak mentah ini,” ungkap Kejagung.
Diduga Kabur ke Malaysia
Masalahnya, Riza Chalid sudah lama tak terlihat batang hidungnya. Ia disebut-sebut tinggal di Malaysia, jauh dari jangkauan hukum Indonesia. Kejagung pun tak tinggal diam — red notice sudah diajukan ke Interpol di Lyon, Prancis.
“Tentu kami nggak bisa langsung ambil tindakan tanpa kerja sama hukum internasional,” kata Anang lagi.
Bisa Disidang Tanpa Hadir
Karena posisinya di luar negeri, muncul kemungkinan sidang digelar secara in absentia alias tanpa kehadiran terdakwa. Tapi Kejagung menegaskan, opsi itu baru bisa diambil kalau semua syarat hukum terpenuhi — termasuk status buron resmi dan panggilan sah.
“Nanti kita lihat hasil koordinasinya, tapi kalau syaratnya lengkap, bisa saja dijalankan,” ujar Anang.
Dari Meja Minyak ke Meja Dakwaan
Dulu, nama Riza Chalid identik dengan bisnis besar dan lobi kelas tinggi. Kini, namanya bergeser ke daftar hitam Kejagung. Ironisnya, anaknya, Kerry Adrianto, juga ikut terseret dalam kasus yang sama.
Dalam dakwaan, keduanya disebut menggunakan nama Gading Ramadhan Joedo — Direktur PT Tangki Merak — untuk menawarkan kerja sama penyewaan Terminal BBM Merak ke pejabat Pertamina.
Main Proyek, Rugi Negara
Proyek itu dijalankan meski belum ada kebutuhan tambahan penyimpanan BBM. Lebih parah lagi, klausul kepemilikan aset dihapus dari perjanjian kerja sama. Akibatnya, setelah bertahun-tahun, terminal itu tak pernah jadi milik Pertamina.
“Perjanjian itu tidak memenuhi kriteria pengadaan langsung. Artinya, sejak awal sudah menyalahi aturan,” tegas jaksa.
Kini, satu demi satu aset Riza mulai dikejar. Rumah di Kebayoran Baru mungkin baru permulaan. Masih banyak jejak harta lain yang tengah ditelusuri — dari bisnis minyak, real estate, hingga perusahaan cangkang di luar negeri.
Dan sementara proses hukum bergulir, publik cuma bisa bertanya-tanya: apakah Riza Chalid akan kembali ke tanah air dan mempertanggungjawabkan perbuatannya, atau memilih tetap bersembunyi di balik bayang-bayang kekayaannya? (*)