BACAAJA, MADAGASKAR – Setelah Nepal dilanda gelombang protes besar, kini giliran Madagaskar yang bergolak. Ibu Kota Antananarivo menjadi saksi kerusuhan berdarah pada Jumat (26/9/2025), ketika ribuan warga turun ke jalan menuntut hak dasar berupa listrik dan air bersih.
Aksi yang awalnya berlangsung damai berubah ricuh setelah aparat menindak tegas demonstran. Bentrokan tak terhindarkan, dan laporan resmi menyebutkan sedikitnya lima orang tewas tertembak. Situasi ini menambah daftar negara yang tengah bergejolak akibat krisis energi dan buruknya layanan publik.
Gelombang protes sebenarnya sudah dimulai sejak Kamis (25/9/2025). Warga menuntut pemerintah segera mengatasi pemadaman listrik yang kerap berlangsung lebih dari 12 jam per hari. Kondisi itu tidak hanya mengganggu kehidupan rumah tangga, tetapi juga melumpuhkan roda perekonomian.
Ketika polisi berusaha membubarkan massa dengan gas air mata dan peluru karet, amarah publik justru semakin membesar. Jalanan diblokade dengan tumpukan ban terbakar, fasilitas publik seperti stasiun kereta gantung rusak, bahkan beberapa rumah politisi ikut menjadi sasaran amuk massa.
Pemerintah Madagaskar langsung memberlakukan jam malam mulai pukul 19.00 hingga 05.00 waktu setempat. Langkah ini diambil untuk mencegah korban jiwa bertambah, meski ketegangan di lapangan belum sepenuhnya reda.
Kondisi ini mencerminkan akar masalah yang lebih dalam. Madagaskar sudah lama bergulat dengan kemiskinan parah. Data Bank Dunia tahun 2022 menunjukkan 75 persen dari total penduduk—sekitar 30 juta jiwa—hidup di bawah garis kemiskinan. Infrastruktur yang lemah, ekonomi rapuh, dan layanan publik yang tidak memadai, membuat frustrasi masyarakat semakin tak terbendung.
Kini, setelah Nepal, tragedi di Madagaskar menjadi peringatan nyata bahwa krisis energi dan keterbatasan akses kebutuhan pokok bisa memicu ledakan sosial kapan saja. (*)