BACAAJA, SURINAME – Siapa sangka, negara mungil di Amerika Selatan ini lagi bikin kejutan di kualifikasi Piala Dunia 2026. Yap, Suriname — negeri yang banyak dihuni keturunan Jawa — kini ada di jalur emas buat lolos ke Piala Dunia untuk pertama kalinya.
Kalau dengar nama Suriname, mungkin yang terlintas bukan sepak bola. Tapi tunggu dulu, tim ini lagi panas banget di zona Concacaf, kawasan Amerika Tengah dan Utara. Dari empat laga, Suriname belum terkalahkan dan nangkring di puncak klasemen Grup A.
Di grup itu, mereka harus bersaing dengan Panama, El Salvador, dan Guatemala. Tapi sejauh ini, semua berjalan di luar dugaan. Rabu (15/10/2025) pagi WIB, Suriname berhasil menahan imbang tuan rumah Panama 1-1. Hasil yang bikin peluang mereka makin terbuka lebar.
Dengan sisa dua laga, lawannya tinggal El Salvador dan Guatemala. Kalau bisa bertahan di posisi atas, Suriname bakal mencatat sejarah manis — tiket pertama mereka ke Piala Dunia.
Yang bikin kisah ini makin menarik adalah akar mereka yang nggak jauh-jauh dari Indonesia.
Sekitar 13,7 persen penduduk Suriname adalah keturunan Jawa. Mereka dibawa ke sana ratusan tahun lalu oleh Belanda saat masa kolonial. Jadi jangan heran kalau di Suriname masih ada yang bisa bahasa Jawa, bahkan ada desa yang vibe-nya mirip kampung di Jawa Tengah.
Di dunia sepak bola, Suriname juga punya “DNA campuran”. Banyak pemainnya lahir di Belanda, tapi memilih membela tanah leluhurnya itu. Mereka disebut pemain diaspora, dan justru jadi tulang punggung tim.
Lihat aja nama-nama kayak Richonnel Margaret, yang satu klub sama Dean James (bek timnas Indonesia) di Go Ahead Eagles. Margaret lahir di Belanda tapi hatinya buat Suriname.
Ada juga Virgil Misidjan, pemain NEC Nijmegen, yang pernah main bareng banyak bintang Eredivisie. Mereka berdua jadi bukti kalau Suriname bisa punya skuad solid meski negaranya kecil.
Formasi diaspora ini ternyata manjur. Suriname main rapi, cepat, dan ngotot. Gaya Eropa-nya kental, tapi ada semangat kampung yang bikin beda.
Kalau ngomongin peluang, kans mereka masih gede banget. Dua pertandingan terakhir bakal jadi penentu hidup-mati. Lawan El Salvador di kandang sendiri (13 November 2025) dan away ke Guatemala (18 November 2025).
Kalau bisa menang sekali aja, peluang lolos langsung ke Piala Dunia terbuka lebar. Kalau seri, minimal masih bisa rebut posisi runner-up buat playoff.
Beda sama zona Asia yang rumit, di Concacaf cuma juara grup yang auto lolos. Tapi dua runner-up terbaik juga punya kesempatan lewat jalur playoff antar konfederasi.
Yang menarik, warga Suriname di tanah air mereka udah mulai heboh. Banyak yang nyebut timnas ini sebagai “Tim Kecil Rasa Nusantara.”
Di media sosial, netizen Indonesia juga ikut nyorot karena ikatan darah Jawa tadi. Ada yang nulis, “Lha iki keturunan mbahku to sing dolan bola neng Panama?”
Lucunya, beberapa pemain diaspora Suriname malah mulai belajar bahasa Jawa dasar. Katanya biar bisa komunikasi pas nanti pulang kampung ke Jawa Tengah.
Di sisi lain, media lokal Belanda mulai ngelirik tim ini. Mereka heran, kok negara sekecil Suriname bisa tahan imbang Panama yang notabene langganan Piala Dunia.
Apapun hasil akhirnya nanti, perjalanan Suriname udah layak diacungi jempol. Dari sejarah kolonial sampai sepak bola modern, mereka berhasil memadukan identitas lama dengan semangat baru.
Kalau beneran lolos, bakal keren banget. Dunia bakal kenal negara kecil dengan semangat besar — dan sedikit sentuhan Jawa di setiap umpan bolanya.
Ya, siapa tahu nanti di Piala Dunia 2026, ada chant di tribun yang bunyinya, “Ayo… ayo… Suriname!” dengan logat Jawa yang kental. (*)