BACAAJA, SEMARANG – Selesai upacara bendera pada Senin (20/10/2025), suasana di SMAN 11 Semarang langsung memanas.
Para siswa, yang tentu saja masih pakai seragam putih abu-abu, langsung gelar aksi demo di lapangan sekolah.
Mereka menuntut keadilan atas kasus pornografi berbasis deepfake AI: ‘Skandal Smanse‘.
Yang bikin makin serius, pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jawa Tengah dan DP3AP2KB Jateng juga hadir.
Bahkan Kepala DP3AP2KB, Emma Rachmawati, jadi pembina upacara pagi itu.
Tapi abis upacara, boom — siswa-siswi langsung bentang spanduk besar bertuliskan:
“Kami Butuh Keadilan!!!”, “Justice for SMAN 11”, “Korban Butuh Keadilan”, “Roro Out!”, dan lainnya.
Satu siswa maju ke depan pakai megafon, lantang banget suaranya:
“Kami minta mediasi, baik di ruangan terbuka atau tertutup, dengan kepala sekolah. Kami nggak akan ricuh, nggak akan anarkis!”
Sementara itu, teman-teman lain terus teriak yel-yel “Keadilan! Keadilan! Keadilan!” berkali-kali.
Bener-bener vibe solidaritasnya kuat banget.
Karena desakan makin ramai, akhirnya pihak sekolah setuju buat ngadain mediasi bareng 10 perwakilan siswa dari kelas 11 dan 12 di ruang rapat.
Para siswa setuju buat nunggu hasilnya, tapi mereka juga tegas:
“Kalau nggak ada hasil yang jelas, kami bakal lanjut gerak.”
Pelecehan Digital Berbasis AI
Kasus ini awalnya viral gara-gara Chiko diduga nyebarin konten pornografi hasil editan AI — dengan wajah siswi dan guru yang dia kenal pas masih sekolah.
Setelah ramai di medsos, dia bikin video permintaan maaf dan ngaku atas perbuatannya.
Tapi jelas aja, publik udah keburu geram. Banyak yang nuntut supaya kasus ini nggak cuma selesai dengan maaf.
Sampai sekarang, siswa SMAN 11 masih nunggu hasil dari mediasi dan langkah lanjut dari pihak sekolah dan dinas terkait.
Yang jelas, kasus ini jadi warning keras soal gimana teknologi AI bisa disalahgunakan, dan gimana generasi muda berani speak up kalau ada yang nggak adil. (*)