BACAAJA, SEMARANG- Simpang Lima yang biasanya rame jadi ladang rezeki PKL, tahun ini malah bikin pusing Pemkot. Setoran retribusi yang biasanya bisa belasan juta per bulan, sekarang nyusut tinggal seperempatnya. Gara-gara itu, Dinas Perdagangan (Disdag) langsung gercep ngebongkar kepengurusan paguyuban dan siap turun tangan rapihin lapak plus becak listrik.
Plt Kepala Disdag Kota Semarang, Aniceto Magno Da Silva alias Amoy, bilang ada banyak masalah di balik turunnya retribusi. Mulai dari jual beli lapak ilegal sampai data PKL yang nggak pernah jelas dilaporin. “Kita udah bentuk tim lintas dinas, ada Dishub, DPU, sampai Disperkim. Simpang Lima ini aset penting Pemkot, jadi harus bener-bener ditata,” ujarnya, Senin (29/9).
Tidak Transparan
Amoy ngegas dengan ganti ketua paguyuban lama yang dinilai nggak transparan. Awal Oktober nanti, pendataan ulang bakal dimulai, termasuk pedagang di bundaran Simpang Lima dan CFD. “Bulan depan kita bisa tahu jumlah PKL real dan potensi retribusinya. Untuk yang di shelter masih aman,” tambahnya.
Dari sisi DPRD, Ketua Komisi B Joko Widodo juga angkat suara. Menurutnya, paguyuban nggak bisa jalan sendiri karena kawasan itu milik Pemkot. “Pengelolaan tetap harus di bawah Disdag. Apalagi retribusi tahun ini parah, baru 34 persen dari target. Padahal biasanya bisa Rp15–18 juta per bulan, sekarang cuma sekitar Rp5 juta,” bebernya.
Harapannya, pembenahan ini bikin PAD naik lagi dan semua pihak happy. “Target daerah tercapai, pedagang nyaman, pengunjung juga makin betah,” tutup Joko. (*)