Bacaaja.coBacaaja.coBacaaja.co
  • Info
    • Politik
      • Daerah
      • Nasional
    • Ekonomi
      • Sirkular
    • Hukum
    • Pendidikan
    • Olahraga
      • Sepak Bola
  • Unik
    • Kerjo Aneh-aneh
    • Tips
    • Viral
  • Opini
  • Tumbuh
Reading: RUU Sisdiknas dan “PR Besar” Papua Pegunungan: Ketika Pendidikan Tak Cukup Sekadar Regulasi
Bacaaja.coBacaaja.co
Follow US
  • Info
  • Unik
  • Opini
  • Tumbuh
© 2025 Bacaaja.co
Pendidikan

RUU Sisdiknas dan “PR Besar” Papua Pegunungan: Ketika Pendidikan Tak Cukup Sekadar Regulasi

Komisi X DPR RI menyoroti pentingnya sinkronisasi RUU Sisdiknas dengan kekhususan otonomi pendidikan di Papua. Dalam kunjungan ke Wamena, Sabam Sinaga dan Hetifah Sjaifudian menegaskan perlunya kebijakan afirmatif agar pendidikan di Papua Pegunungan tak tertinggal, mulai dari fasilitas, tenaga pengajar, hingga keakuratan data siswa.

baniabbasy
Last updated: Oktober 8, 2025 1:40 am
By baniabbasy
4 Min Read
Share
Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudin dan para anggota Komisi X DPR RI berfoto bersama para pelajar saat berkunjung ke Wamena Pegunungan Papua. UU Sisdiknas dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi lokal wilayah Papua. Foto: dok.
Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudin dan para anggota Komisi X DPR RI berfoto bersama para pelajar saat berkunjung ke Wamena Pegunungan Papua. UU Sisdiknas dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi lokal wilayah Papua. Foto: dok.
SHARE

BACAAJA, WAMENA – Kalau bicara soal pendidikan di Indonesia, biasanya yang muncul di kepala kita adalah urusan kurikulum, zonasi sekolah, atau program Merdeka Belajar. Tapi di Papua Pegunungan, masalahnya jauh lebih mendasar — bahkan sebelum bicara soal kualitas, urusan akses dan kewenangan saja masih jadi tantangan.

Nah, itulah yang jadi sorotan tajam Komisi X DPR RI dalam kunjungan kerja mereka ke Wamena, Papua Pegunungan, awal Oktober 2025 ini. Salah satu anggotanya, Sabam Sinaga, terang-terangan bilang bahwa ada “handicap” serius dalam sistem pengelolaan pendidikan di Papua. Bukan karena SDM-nya kurang semangat, tapi karena sistemnya memang beda dari provinsi lain.

Di sebagian besar daerah di Indonesia, pengelolaan pendidikan menengah—SMA dan SMK—jadi urusan provinsi. Tapi di Papua, semua jenjang pendidikan, dari PAUD sampai SMA/SMK, dikelola oleh kabupaten/kota. Ini diatur oleh Undang-Undang Otonomi Khusus Papua. Kedengarannya keren, karena memberi otonomi penuh ke daerah. Tapi efek sampingnya? Koordinasi dan standarisasi pendidikan jadi ribet banget.

“Provinsi tidak punya kewenangan langsung terhadap pendidikan menengah. Padahal koordinasi dan kebijakan pendidikan seharusnya mengalir dari provinsi ke bawah,” ujar Sabam saat diwawancarai di sela-sela kunjungan ke Yayasan Pendidikan PGI Napua Wamena.

Kondisi ini, kata Sabam, harus banget jadi bahan pertimbangan serius dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang lagi digodok di Senayan. Karena tanpa memahami konteks lokal Papua, regulasi nasional bisa-bisa malah timpang dan nggak relevan di lapangan.

“Undang-undang Sisdiknas yang lama sudah nggak nyambung lagi dengan realitas. Kami ingin revisi ini bisa menjawab kebutuhan semua provinsi, termasuk daerah otonomi khusus seperti Papua,” tegas Sabam, politisi dari Fraksi Partai Demokrat itu.

Masalahnya, ketimpangan pendidikan di Papua bukan sekadar soal aturan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, rata-rata lama sekolah di Papua Pegunungan cuma 4,8 tahun, sementara secara nasional sudah lebih dari 8 tahun. Banyak anak-anak di sana yang bahkan belum sempat menyelesaikan jenjang dasar.

Kunjungan Komisi X ke Wamena membuka mata soal kondisi nyata ini. Di PGI Napua misalnya, sebagian besar guru masih berstatus volunteer alias sukarelawan, mengajar tanpa honor tetap, dengan fasilitas seadanya. “Kalau tenaga pengajar saja terbatas dan sebagian besar sukarelawan, bagaimana kita mau bicara peningkatan kualitas?” kata Sabam.

Bukan cuma itu, tim Komisi X juga menemukan masalah data. Banyak siswa yang harusnya dapat Program Indonesia Pintar (PIP) malah nggak terdaftar karena sistem Dapodik (Data Pokok Pendidikan) belum sinkron. Akibatnya, bantuan pendidikan sering meleset sasaran. “Ini masalah serius. Kalau data dasarnya saja salah, semua kebijakan ikut kacau,” tambah Sabam.

Pentingnya Kebijakan Alternatif

Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menegaskan, semua aspirasi dari masyarakat dan pemerintah daerah Papua Pegunungan akan ditindaklanjuti dengan langkah nyata. “Kami akan bawa hasil kunjungan ini untuk ditindaklanjuti dari sisi regulasi, anggaran, dan advokasi antar-kementerian,” ujar legislator Fraksi Golkar itu.

Hetifah juga menekankan pentingnya kebijakan afirmatif—mulai dari pemerataan guru, peningkatan fasilitas, sampai dukungan untuk pendidikan tinggi di wilayah timur Indonesia. “Kunjungan ini menunjukkan, kerja sama antara pusat, provinsi, dan masyarakat lokal itu kuncinya. Papua butuh kebijakan yang berpihak, bukan yang seragam,” ujarnya menutup pernyataan.

Intinya, kunjungan DPR kali ini bukan sekadar formalitas. Ada sinyal kuat bahwa revisi RUU Sisdiknas harus benar-benar ngaca ke realita, bukan cuma ke naskah akademik. Karena pendidikan di Papua Pegunungan bukan cuma soal gedung dan kurikulum — tapi tentang bagaimana negara hadir di tempat yang paling jauh, dengan cara yang paling relevan.

Kalau revisi RUU Sisdiknas nanti berhasil menjawab kompleksitas Papua, itu bukan cuma kemenangan bagi dunia pendidikan, tapi juga langkah nyata menuju keadilan sosial di seluruh pelosok negeri. Karena buat anak-anak di Wamena, mimpi tentang sekolah bukan soal gelar — tapi tentang kesempatan. Dan itu seharusnya jadi tanggung jawab kita semua.(*)

You Might Also Like

Dua Tim Reformasi Polri: Inisiatif atau Resistensi terhadap Presiden?

Food Waste Tembus Rp 2,4 T, Wali Kota Luncurin “Srikandi Pangan” Biar Makanan Nggak Mubazir

Skandal Kuota Haji Kemenag: KPK Panggil Kepala Kemenag Jateng, Potensi Rugi Negara Tembus Rp1 Triliun!

Mantan Kaprodi Anestesi Undip Dituntut Tiga Tahun Bui Gara-Gara “Iuran Siluman”

PWI Jateng Ganti Nahkoda, Tanpa Ribut-Ribut

TAGGED:headlinePendidikan di PapuaRUU SisdiknasUU Sisdiknas
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp
Previous Article Pemkot Semarang Kumpulkan Pelaku Wisata Bahas Arah Baru Pariwisata Kota
Next Article Tim Sar Sidoarjo sedang mengevakuasi reruntuhan bangunan Ponpes Al Khoziny Buduran Sidoarjo Jawa Timur yang ambruk. dari 42 ribu pesantren se_indonesia, hanya 51 pesantren yang bangunannya memiliki ijin atau legal. Foto: dok/PemkabSidoarjo 42 Ribu Pesantren, Cuma 51 yang Legal. Serius Nih?

Ikuti Kami

FacebookLike
InstagramFollow
TiktokFollow

Must Read

Nawal Yasin Dorong Muslimat NU Terus Bersinergi Bangun Jateng

Agustina Tanam Batu, Nyalain Ekonomi Rakyat

Bos-Bos Tionghoa Diminta Gas Ekonomi Jateng

Duit Seret, Semangat Tetep Ngegas

Korupsi, Tiga Doktor UGM Bakal Diadili di Semarang

- Advertisement -
Ad image

You Might Also Like

Pendidikan

Doa Agar Bisa Bermimpi Bertemu Rasulullah, Lengkap dengan Hadis dan Amalannya

September 24, 2025
Tumbuh

Bukan Cuma Buang Sampah, TPA Jatibarang Bakal Hasilin Listrik!

September 25, 2025
Pendidikan

Undip Kembangkan Sentra Domba Terpadu di Desa Tumbrep

Agustus 1, 2025
Jaksa membacakan surat dakwaan kasus pembunuhan bayi kandung, terdakwa Brigadur Ade Kurniawan mengikuti sidang secara online, Rabu (16/7/2025). (bae)
Unik

Terungkap! Oknum Intel Polda Jateng Bunuh Anak Kandung karena Jengkal Diminta Nikahi Ibu Korban

Juli 16, 2025
  • Kode Etik Jurnalis
  • Redaksi
  • Syarat Penggunaan (Term of Use)
  • Tentang Kami
  • Kaidah Mengirim Esai dan Opini
Reading: RUU Sisdiknas dan “PR Besar” Papua Pegunungan: Ketika Pendidikan Tak Cukup Sekadar Regulasi
© Bacaaja.co 2025
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?