KALAU hidup adalah panggung sandiwara, maka politik Indonesia layak disebut sinetron prime time: penuh kejutan, dialog penuh semangat, dan tentu saja—plot twist yang bisa bikin satu negeri garuk-garuk kepala. Kali ini, aktor utamanya datang dari panggung Kementerian Tenaga Kerja. Wamenaker, yang selama ini kita lihat tampil penuh karisma dan jargon reformasi, justru dijemput KPK dalam operasi tangkap tangan. Ironi yang begitu tajam, sampai-sampai bisa dipakai buat motong kabel korupsi yang katanya mau dibersihkan itu.
Kisah ini terasa seperti deja vu. Seorang pejabat tampil gagah, menggembar-gemborkan integritas, membikin headline soal “pembersihan kementerian”, hanya untuk kemudian kepergok bermain api dengan amplop-amplop haram. Di negeri ini, moral sering jadi properti publik, tapi praktiknya disimpan di laci-laci gelap kekuasaan.
Wamenaker yang baru kemarin tampak serius bicara soal birokrasi bersih, ternyata hanya sedang membaca naskah. Dan kini, ketika KPK membuka tabirnya lewat OTT, naskah itu berakhir dengan catatan kaki: “Tertangkap saat tampil terlalu meyakinkan.”
KPK sendiri, meski kini sering dicibir sebagai lembaga yang sudah tidak segalak dulu, sekali-sekali masih bisa bikin kejutan. Dan publik, seperti biasa, langsung merespons dengan kemarahan digital. Tagar #OTTWamenaker jadi trending. Meme bermunculan. Kalimat “Kok bisa sih?” dan “Padahal keliatannya bersih” jadi paduan suara warga +62 yang sudah terlalu sering dikecewakan.
Tapi, ayo jujur sebentar. Apakah ini benar-benar mengejutkan? Atau kita semua sebenarnya cuma pura-pura kaget tiap kali ada pejabat tertangkap tangan? Bukankah setiap kali ada OTT, kita semua melakukan ritual yang sama: kaget → kesal → bikin meme → lupa?
Ini bukan lagi masalah satu orang pejabat. Ini cermin buram tentang bagaimana integritas di kalangan elite cuma jadi jargon buat menaikkan citra. Transparansi dijadikan kostum, bukan prinsip. Bahkan ketika berbicara soal “reformasi birokrasi”, ternyata beberapa pejabatnya masih sibuk mereformasi rekening pribadi.
Apakah kita harus berhenti berharap? Tentu tidak. Tapi jelas kita harus lebih kritis. Kita harus tahu membedakan antara pemimpin yang benar-benar bersih, dengan yang hanya sedang mencuci muka pakai sabun kamera. Dan untuk itu, OTT seperti ini meski menyakitkan, tetap penting sebagai pengingat: bahwa panggung politik tak selalu punya naskah yang jujur.
Sampai berita ini ditulis, belum ada penjelasan resmi soal jumlah uang suap atau siapa saja yang terlibat. Tapi seperti biasa, kita tinggal tunggu beberapa jam sebelum semua wajah-wajah “tak terduga” ikut terbongkar. Dan seperti biasa pula, kita harus bersiap dengan episode berikutnya. Judulnya mungkin: “Pejabat Berintegritas, Season Dua—Kali Ini Lebih Meyakinkan.”
Selamat menyaksikan. Dan jangan lupa bawa popcorn—karena kenyataannya, drama ini belum selesai.(*)
Ingat!!! Baca yang Penting! Yang Penting, BACA AJA!