KABUPATEN BANJARNEGARA merupakan daerah dengan potensi sumber daya alam (SDA) yang cukup melimpah, mulai dari lahan pertanian, hutan lindung, air tanah, hingga pariwisata alam. Potensi ini sejatinya dapat menjadi modal pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Namun, fakta di lapangan memperlihatkan adanya tantangan serius, seperti alih fungsi lahan hijau, eksploitasi air tanah tanpa kendali, dan aktivitas pertambangan lokal. Semua itu berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan, bencana longsor, dan menurunnya kualitas air (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2022).
Dalam konteks ini, valuasi SDA dan lingkungan memiliki peran penting. Valuasi tidak hanya berfokus pada perhitungan nilai ekonomi, tetapi juga memperhitungkan fungsi ekologis dan sosial. Misalnya, hutan tidak hanya dilihat dari nilai kayunya, tetapi juga perannya dalam menyerap karbon, menjaga keanekaragaman hayati, dan menahan erosi. Dengan adanya valuasi, pemerintah daerah dapat menyusun kebijakan berbasis bukti yang tidak sekadar mengejar keuntungan jangka pendek, melainkan juga mempertimbangkan keberlanjutan ekologi dan sosial (Carter, 2007).
Untuk mencapai visi Banjarnegara Maju 2025, terdapat beberapa langkah strategis yang bisa menjadi rekomendasi bagi Bupati Banjarnegara dan dinas terkait. Pertama, integrasi valuasi ke dalam kebijakan tata ruang. Setiap pembangunan baik infrastruktur jalan, perumahan, maupun kawasan industri perlu disertai analisis kerugian ekologis dan sosial. Pembangunan di kawasan rawan longsor, misalnya, bisa menimbulkan biaya bencana yang jauh lebih besar daripada manfaat ekonominya (Hardjasoemantri, 2019).
Kedua, pemerintah daerah perlu mengatur pemanfaatan air tanah dan pertambangan lokal dengan regulasi yang tegas. Penetapan kuota pengambilan air tanah, retribusi berbasis valuasi lingkungan, serta mekanisme sanksi adalah langkah yang perlu diterapkan. Dana yang terkumpul dari kebijakan ini dapat dialokasikan kembali untuk konservasi lingkungan, rehabilitasi lahan, dan penyediaan air bersih bagi masyarakat (UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).
Ketiga, partisipasi aktif masyarakat desa perlu diperkuat. Banjarnegara memiliki desa-desa dengan potensi wisata alam dan pertanian organik yang sangat besar. Jika masyarakat dilibatkan dalam proses valuasi SDA, mereka akan memiliki kesadaran lebih kuat untuk menjaga lingkungan.
Program desa wisata berbasis ekologi maupun hutan desa adalah contoh konkret penerapan valuasi yang mampu menyeimbangkan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial (BPS Banjarnegara, 2023). Keempat, penting untuk memperkuat kolaborasi pemerintah daerah dengan perguruan tinggi. Universitas Jenderal Soedirman, khususnya Program Magister Ilmu Lingkungan, dapat menjadi mitra strategis dalam riset valuasi SDA. Kebijakan berbasis data akademik yang valid akan lebih tepat sasaran dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat.
Sebagaimana sering ditekankan oleh Dosen Pengampu Mata Kuliah Valuasi SDA dan Lingkungan Prof. Rahab, valuasi SDA adalah kunci pembangunan berkelanjutan. Dengan perspektif ini, SDA tidak lagi dianggap sebagai barang gratis, melainkan aset penting yang bernilai tinggi dan harus dijaga keberlangsungannya bagi generasi mendatang. Prinsip ini juga sejalan dengan amanat UUD 1945 bahwa kekayaan alam harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Jika langkah-langkah ini dijalankan, Banjarnegara memiliki peluang besar untuk menjadi contoh daerah yang berhasil mengimplementasikan valuasi SDA dalam kebijakan pembangunan. Dengan kombinasi regulasi tegas, partisipasi masyarakat, serta dukungan akademisi, Banjarnegara bisa menjaga kelestarian lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan warganya.
Akhirnya, valuasi bukan hanya soal angka di atas kertas, melainkan soal arah pembangunan daerah. Sudah saatnya Bupati Banjarnegara menjadikan valuasi SDA sebagai fondasi kebijakan agar Banjarnegara tetap hijau, mandiri, dan siap berkontribusi dalam pencapaian cita-cita Indonesia Emas 2045 (Kemenkeu, 2023).
Oleh: Sekar Antik Laras Ati
Prodi Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Jenderal Soedirman
Dosen Pengampu (Mata kuliah Valuasi SDA dan Lingkungan) : Prof Rahab Al Abrar