BACAAJA, BANDUNG – Drama keuangan daerah Jawa Barat makin panas. Sekda Jabar, Herman Suryatman, berani pasang badan: siap mundur kalau terbukti berbohong soal dana Rp4,1 triliun yang disebut “ngendon” di bank.
Pernyataan itu keluar langsung di depan Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi, saat keduanya satu mobil menuju Kemendagri dan Bank Indonesia, Rabu (22/10/2025). Perjalanan itu bukan sekadar dinas, tapi juga jadi arena klarifikasi terbuka soal uang yang bikin heboh.
Isu bermula dari ucapan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang menyebut masih ada dana daerah mengendap hingga triliunan rupiah. Salah satu yang disorot: Jawa Barat.
Kang Dedi—sapaan akrab Dedi Mulyadi—langsung menantang timnya untuk buka data sebening-beningnya. “Nih Pak Sekda, kita ini mau ke Kemendagri buat paparan soal keuangan daerah. Sekalian ke BI, biar publik tahu bank sentral itu bukan bank biasa,” ucap Dedi dalam video yang beredar di media sosial.
Sepanjang perjalanan, nada suara Dedi tegas tapi santai. Ia mengulang data dari Menkeu yang menyebut uang Rp4,1 triliun milik Pemprov Jabar masih tertahan di giro dan deposito.
“Sekarang, jujur aja, per 15 Oktober uang kita berapa?” tanya Dedi dengan nada menekan.
“Rp2,6 triliun, Pak, di RKUD. Semua di Bank Jabar Banten,” jawab Herman tanpa ragu.
Dedi mengangguk, tapi belum puas. “Kalau nanti data BI bilang tetap Rp4,1 triliun, berarti Bapak berbohong ke saya. Dan kalau Bapak bohong ke saya, artinya juga bohong ke rakyat Jawa Barat.”
Ancaman itu dilontarkan tanpa basa-basi. Herman tetap tenang. “Siap, Pak. Sebelum Bapak berhentikan, saya siap mengundurkan diri,” katanya mantap.
Percakapan dua pejabat itu sontak jadi sorotan. Bukan cuma karena isunya sensitif, tapi juga karena gaya mereka yang blak-blakan.
Dedi sendiri menegaskan, langkah ke BI dan Kemendagri dilakukan untuk sinkronisasi data. Ia ingin memastikan laporan Menkeu dan catatan Pemprov Jabar benar-benar selaras.
Bagi Dedi, kejelasan data ini penting karena menyangkut kepercayaan publik terhadap pengelolaan uang daerah. “Jangan sampai ada yang ngendon di bank tapi pembangunan jalan di kampung masih bolong,” sindirnya.
Sementara itu, Menkeu Purbaya tak mau ikut berdebat panjang. Ia mengaku data yang dipegangnya bersumber dari sistem laporan perbankan BI. “Kalau ada beda data, ya tanya aja ke bank sentral. Bisa jadi anak buahnya salahin laporan,” ucapnya ke wartawan.
Menariknya, pernyataan Purbaya ini justru bikin percikan politik makin besar. Di media sosial, banyak yang menilai persoalan ini bukan sekadar angka, tapi soal integritas pejabat daerah.
Sementara Dedi dan Herman tetap melangkah ke Jakarta dengan agenda ganda: klarifikasi sekaligus pembuktian.
“Yang penting, rakyat tahu uangnya aman dan jelas posisinya,” ujar Dedi sebelum turun dari mobil.
Situasi ini menunjukkan, transparansi bukan sekadar jargon. Dalam dunia birokrasi, data bisa jadi senjata, dan kejujuran adalah tameng terkuat.
Meski publik menunggu hasil dari BI, satu hal sudah pasti: percakapan di dalam mobil itu telah membuka tabir tentang bagaimana uang daerah dikelola dan siapa yang siap bertanggung jawab.
Dan seperti kata Dedi Mulyadi di akhir video: “Uang rakyat nggak boleh nganggur. Kalau nganggur, berarti kita yang tidur.” (*)


