KEJAKSAAN Tinggi (Kejati) Jawa Tengah lagi nyajiin drama hukum kelas berat yang nilainya bikin melongo. Bukan sekadar kasus receh, tapi dugaan korupsi pengadaan aset BUMD Cilacap, PT Cilacap Segara Arta (CSA), yang nilainya tembus Rp237 miliar. Yes, ratusan miliar duit publik yang harusnya buat pembangunan malah diduga disulap jadi ladang “bisnis gelap” elite lokal.
Di tengah pusaran kasus ini, Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah manggil nama yang cukup dikenal: KH Ahmad Yazid Basyaiban alias Gus Yazid, Ketua Yayasan Silmi Kaffah Rancamulya. Tapi kali ini beliau bukan hadir untuk ngisi ceramah, melainkan diperiksa sebagai saksi. Kenapa? Karena kabarnya Gus Yazid menerima aliran dana Rp18 miliar dari Andi Nur Huda, Direktur PT Rumpun Sari Antan—anak perusahaan PT Rumpun di bawah yayasan Kodam IV Diponegoro.
Andi Nur Huda sendiri udah resmi ditahan Kejati Jateng, barengan sama dua nama beken lainnya: eks pejabat Pemda Cilacap, Izkandar Zulkarnain, dan mantan Pejabat Bupati Cilacap, Awaludin Muuri. Trio ini jadi tersangka utama kasus korupsi CSA yang bikin rakyat Cilacap cuma bisa garuk-garuk kepala.
Yang makin bikin panas: Kejati sebelumnya juga udah menyita Rp13 miliar dari pemilik pabrik beras di Klaten, Jawa Tengah. Duit itu ternyata dipake Andi Nur Huda buat bayar down payment pembelian pabrik beras tersebut yang nilainya Rp50 miliar. Jadi bukan cuma tanah bermasalah, tapi duit korupsi juga ngalir buat nyiapin “bisnis sampingan” ala pejabat. Modusnya mirip-mirip drama Netflix: aliran dana ke mana-mana, properti dibeli, lalu dicuci biar keliatan halal.
Kasus Rp237 miliar ini jelas bukan main-main. Bukan cuma soal siapa yang ditahan sekarang, tapi juga soal siapa yang masih “bersembunyi” di balik layar. Kejati kabarnya juga lagi ngusut lebih jauh dugaan keterlibatan tokoh dan pejabat lain, termasuk pimpinan DPRD Cilacap. Kalau beneran terbukti, ya jelas skandal ini bisa jadi “korupsi berjamaah” ala pejabat daerah.
Sementara itu, status Gus Yazid masih sebatas saksi. Tapi publik udah mulai heboh: gimana ceritanya seorang tokoh agama bisa kecipratan Rp18 miliar? Netizen pun nggak tinggal diam. Ada yang nyeletuk: “Lho, katanya uang haram nggak bisa dibawa mati, kok malah mampir ke yayasan pondok pesantren?” Ada juga yang bilang: “237 M itu kalau buat infrastruktur Cilacap udah bisa bikin jalan halus sampai kampung. Lha ini malah bikin jalan tol duit ke kantong pejabat.”
Pertanyaannya sekarang, apakah kasus ini bakal jadi tontonan panjang dengan babak demi babak, atau malah berhenti di tengah jalan kayak drama sinetron yang dipaksa tamat? Publik sih cuma bisa berharap Kejati serius, bukan cuma bikin headline sesaat. Karena duit Rp237 miliar itu bukan angka kecil. Itu keringat rakyat yang harusnya balik dalam bentuk pembangunan, bukan jadi modal down payment pabrik beras, apalagi mampir ke rekening tokoh.
Semoga kali ini nggak cuma rame di awal, tapi bener-bener tuntas sampai akarnya. Karena kalau nggak, ya sama aja: korupsi lagi, rakyat rugi lagi.(bae)