BACAAJA, SEMARANG – Sneakers hari ini bukan lagi sekadar alas kaki, melainkan bagian dari gaya hidup. Dari jalanan kota hingga kampus, sepatu olahraga ini menjelma simbol status, identitas, bahkan rasa percaya diri. Namun, di tengah hype tersebut, ada fenomena yang sulit diabaikan: maraknya sneakers palsu yang beredar bebas, bahkan sampai masuk ke pusat perbelanjaan bergengsi.
Fakta di lapangan menunjukkan, sneakers KW alias tiruan tak hanya laris di pasar daring, tetapi juga dijual terang-terangan di mal yang mengklaim berlabel “HKI certified.” Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa barang tiruan tetap begitu diminati meski publik sudah sadar soal keasliannya?
Harga Jadi Kunci Utama
Menurut pengamat sosial, Dr. Devie Rahmawati, faktor harga masih menjadi alasan paling kuat. Sneakers orisinal bisa dibanderol jutaan hingga puluhan juta rupiah. Tidak semua kalangan sanggup merogoh kocek sedalam itu. Maka, keberadaan sneakers KW super yang tampilannya hampir identik, otomatis menjadi jalan pintas.
“Banyak konsumen merasa cukup dengan tampilan mirip. Selama harganya lebih murah dan fungsi dasar terpenuhi, niat beli tetap tinggi,” jelas Devie.
Antara Simbol dan Citra Diri
Selain soal kantong, sneakers juga sarat simbol sosial. Sepasang sepatu bisa dianggap representasi status, kedekatan dengan idola, atau sekadar gaya mengikuti tren. Menurut Devie, barang palsu sering dipersepsikan mampu “menulari” citra merek asli. “Merek besar tetap punya magnet, meski yang dipakai bukan produk resmi,” tambahnya.
Tekanan Lingkungan dan Media Sosial
Lingkungan sosial turut memengaruhi. Rekomendasi teman, konten ulasan, hingga tren di TikTok atau Instagram membuat konsumen makin berani memilih tiruan. Apalagi, kualitas produksi KW kini makin sulit dibedakan. “Bagi mata awam, perbedaannya tipis. Inilah yang membuat nilai barang palsu terlihat makin ‘worth it’,” ucap Devie.
Suara dari Konsumen
Fenomena ini terkonfirmasi dari pengalaman anak muda. Fafa (26), seorang pekerja kreatif, memilih sneakers ori meski koleksinya terbatas. “Saya pernah coba KW, tapi baru beberapa bulan sudah rusak. Sneakers ori memang lebih mahal, tapi value dan ketahanannya beda,” ujarnya.
Sebaliknya, Alvi (20), mahasiswa dengan uang saku terbatas, mengaku nyaman memakai sneakers KW. “Selama enak dipakai dan modelnya oke, saya rasa tidak masalah. Lagi pula kebanyakan orang hanya lihat tampilan, bukan keaslian,” ungkapnya.
Lain lagi dengan Manda (23) yang awalnya tak paham soal perbedaan ori dan KW. “Saya pernah beli sneakers KW di mal, katanya barang reject. Pas dibandingkan dengan ori, bedanya tipis banget. Saya nggak menyesal, karena kalau mau ori harus nabung lama dulu,” tuturnya.
Bukan Soal Ideologi, tapi Daya Beli
Devie menegaskan, alasan utama maraknya sneakers palsu bukanlah perlawanan terhadap kapitalisme atau merek mahal. “Narasi anti-brand besar sering dipakai sebagai pembenaran. Tetapi inti masalahnya tetap soal kemampuan membeli,” jelasnya.
Alternatif yang Lebih Etis
Meski begitu, Devie menyarankan pilihan yang lebih etis dibanding membeli tiruan. Produk lokal kini makin variatif dengan kualitas bersaing. Selain itu, opsi preloved atau thrifting juga bisa jadi jalan tengah: tetap bergaya, tapi tanpa harus melanggar hak cipta. “Dengan begitu, konsumen tidak hanya lebih bertanggung jawab, tetapi juga ikut mendukung kreativitas industri dalam negeri,” pungkasnya.
Antara Gaya dan Kesadaran
Fenomena sneakers KW memperlihatkan tarik-ulur antara kebutuhan tampil gaya dan kemampuan finansial. Bagi sebagian orang, sepatu hanya soal tampilan. Namun bagi yang lain, sneakers adalah investasi jangka panjang, baik secara kualitas maupun nilai sosial.
Apa pun pilihannya, satu hal jelas: industri sneakers sedang berada di persimpangan. Di satu sisi, merek global terus berlomba menciptakan desain baru dengan harga fantastis. Di sisi lain, pasar KW makin pintar membaca celah konsumen yang ingin tampil trendi tanpa merusak dompet.
Tren ini memperlihatkan bahwa sneakers tidak hanya soal langkah kaki, melainkan juga tentang arah gaya hidup masyarakat urban hari ini. (*)