NARAKITA, JAKARTA – Seorang narapidana yang diduga kuat mengoperasikan praktik eksploitasi anak dari balik jeruji besi Lapas Kelas I Cipinang, Jakarta, kini telah dipindahkan ke ruang isolasi atau sel pengasingan oleh pihak Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas).
Narapidana berinisial AN tersebut diketahui menjalankan aktivitas terlarang berupa praktik open BO dengan korban pelajar di bawah umur. Ia diduga mengendalikan jaringan tersebut secara daring menggunakan alat komunikasi ilegal dari dalam lapas.
“Handphone milik yang bersangkutan sudah kami sita, dan saat ini dia ditempatkan di straft cell untuk proses penanganan lanjutan,” ujar Kepala Humas dan Protokol Ditjenpas, Rika Aprianti, melalui keterangan resmi pada Sabtu (19/7/2025).
Pihak Ditjenpas menegaskan bahwa mereka telah menjalin koordinasi intensif dengan aparat kepolisian guna mendalami lebih jauh keterlibatan AN dalam kasus perdagangan anak ini.
Rika juga menambahkan, langkah tegas telah diambil melalui pelaksanaan razia handphone secara menyeluruh di dalam Lapas Cipinang sejak tanggal 15 Juli lalu. “Kami konsisten dengan komitmen Zero HP. Jika ada pelanggaran, maka sanksi tegas akan dijatuhkan,” tegasnya.
Rika menyatakan, sepanjang periode pengawasan, lebih dari seribu narapidana dengan tingkat risiko tinggi telah dipindahkan ke Lapas Super Maximum Security di Nusakambangan sebagai bentuk penindakan atas pelanggaran serius di dalam lapas.
Kasus ini pertama kali terbongkar setelah tim siber dari Polda Metro Jaya menemukan akun mencurigakan di platform X (Twitter) dengan nama “Priti 1185”, yang diketahui mempromosikan aktivitas open BO melibatkan remaja Jakarta.
“Kami berhasil mengidentifikasi satu tersangka utama dengan inisial AN yang mengendalikan aktivitas tersebut dari dalam Lapas Cipinang,” kata AKBP Herman Eco Tampubolon, Pelaksana Harian Kasubdit II Siber Polda Metro Jaya, dalam konferensi pers yang digelar pada hari yang sama.
Penyelidikan terus berlanjut untuk mengungkap kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat, baik dari dalam maupun luar penjara, yang diduga berperan dalam jaringan kejahatan ini.
Kepolisian juga tengah melacak semua akun dan nomor yang terhubung dalam grup daring tersebut untuk memastikan seluruh korban dan pelaku dapat segera diidentifikasi serta diproses sesuai hukum yang berlaku.
Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM serta aparat penegak hukum lainnya diminta untuk meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan alat komunikasi ilegal di dalam lembaga pemasyarakatan.
Kasus ini sekaligus menjadi peringatan bagi semua pihak terkait untuk tidak meremehkan potensi kejahatan siber yang bahkan dapat dikendalikan dari balik jeruji.
Ditjenpas menyatakan bahwa evaluasi dan tindakan korektif akan terus dilakukan, termasuk pengawasan terhadap petugas yang berpotensi melakukan pembiaran atau pelanggaran disiplin.
Masyarakat pun diminta ikut serta dalam pengawasan sosial melalui pelaporan aktivitas mencurigakan di media sosial yang berpotensi mengarah pada kejahatan seksual dan eksploitasi anak.
Ke depan, Ditjenpas memastikan akan memperketat akses komunikasi di seluruh lapas dan rutan, termasuk pemasangan sistem pengacak sinyal (jammer) dan pemindahan narapidana berisiko tinggi ke lokasi yang lebih terisolasi.
Pemerintah menegaskan bahwa pelanggaran hukum berat seperti eksploitasi anak akan ditindak tegas, tanpa toleransi, meskipun dilakukan oleh narapidana yang sedang menjalani hukuman.
Langkah tegas terhadap narapidana AN diharapkan dapat menjadi contoh dan efek jera bagi napi lain yang berusaha melanjutkan aksi kriminal dari balik penjara.
Kasus ini menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi untuk kejahatan seksual tidak bisa dipandang sebelah mata, apalagi jika menyasar anak-anak yang rentan dan membutuhkan perlindungan maksimal.
Polda Metro Jaya dan Ditjenpas menegaskan bahwa penyelidikan masih berjalan dan perkembangan lebih lanjut akan diumumkan kepada publik setelah tahap pemeriksaan dan pelacakan bukti selesai dilakukan. (*)