BACAAJA, SEMARANG – Kasus kematian Iko Juliant Junior, mahasiswa Unnes, masih bikin publik penasaran. Disebut-sebut karena kecelakaan lalu lintas, tapi lebam di wajah Iko bikin narasi itu nggak gampang ditelan mentah-mentah.
Biar nggak jadi bola liar, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akhirnya turun blusukan.
Wakil Ketua LPSK, Wawan Fahrudin, mengaku sudah keliling koordinasi dan ngumpulin data dari banyak pihak: mulai dari PBH IKA FH Unnes, RSUP Kariadi, Dekanat Unnes, sampai keluarga korban.
“LPSK mendorong agar ada proses hukum yang memberikan keadilan bagi korban, sesuai dengan kewenangannya LPSK siap memberikan perlindungan bagi saksi serta keluarga korban,” tegas Wawan, Minggu (14/9/2025).
Selain dengerin keluarga dan saksi, LPSK juga lagi ngukur siapa aja yang perlu perlindungan. Entah saksi, entah keluarga, atau pihak lain yang bisa jadi kunci di pengungkapan kasus ini. Intinya, mereka pengen kasus Iko bisa terang-benderang, nggak sekadar berhenti di kabar simpang siur.
Langkah proaktif ini sejalan dengan agenda besar LPSK. Sejak gelombang aksi Agustus–September 2025, lembaga ini bikin Satuan Tugas Khusus Layanan Proaktif/Darurat buat ngawal kasus unjuk rasa di berbagai daerah. Kasus Iko di Semarang termasuk salah satunya.
Nggak sendirian, LPSK juga gabung di Tim Independen Pencarian Fakta bareng Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, Ombudsman, dan Komnas Disabilitas. Kerjaan mereka bukan cuma mantau unjuk rasa, tapi juga ngecek korban jiwa, luka-luka, trauma psikologis, sampai kerugian sosial-ekonomi.
Publik pun diajak buat nyumbang informasi, sementara pemangku kepentingan diharap nggak ngehalangin. Karena, kalau serius mau tegakkan kebenaran dan keadilan, nggak ada alasan buat nutup-nutupin fakta. (bae)