BACAAJA, SEMARANG- Pernah ngebayangin gimana rasanya hidup di tengah kota yang lagi perang? Nah, Selasa (14/10) malam, ribuan warga Semarang “ngulang” momen itu lewat peringatan Pertempuran Lima Hari di Semarang (PPLHS) di kawasan Tugu Muda.
Tapi kali ini tanpa darah dan peluru, yang ada justru lampu dipadamkan, sirine meraung, dan rasa haru yang merayap di udara. Bukan cuma nostalgia sejarah, acara ini juga punya pesan serius dari Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng: jangan biarkan perjuangan para pahlawan berhenti di panggung seremoni.
“Anak-anak muda harus ngerti dan ngelakuin sesuatu. Ini bukan cuma upacara, tapi cara kita belajar arti kemerdekaan,” tegas Agustina.
Peringatan tahun ini dikemas lebih atraktif biar makin relate ke generasi muda. Ada pembacaan sejarah perjuangan pemuda oleh budayawan Sukirno, upacara dengan Gubernur Jateng Ahmad Luthfi sebagai inspektur, dan performa kolaboratif dari lebih dari 1.900 peserta, mulai TNI, Polri, pelajar, Pramuka, sampai komunitas seni.
Semangat Heroik
Kepala Dinas Sosial Kota Semarang Heroe Soekendar bilang, format acara yang lebih hidup ini sengaja dirancang biar semangat heroik terasa, bukan cuma ditonton. “Kita pengen yang datang nggak cuma nonton, tapi ngerasain perjuangan itu,” katanya.
Dan yang paling penting: mulai tahun ini, peringatan PPLHS bakal jadi agenda tahunan tetap Pemkot Semarang biar semangat “berani karena benar” ala 1945 terus nyetrum ke generasi masa kini. (tebe)