NARAKITA, SEMARANG- Pemerintah Kota Semarang mengaktifkan kembali program Srikandi Pangan sebagai strategi tanggap isu peredaran beras oplosan yang mencuat belakangan ini.
Melalui pendekatan berbasis komunitas, Pemkot menggerakkan kader PKK, pemuda, dan masyarakat untuk memperkuat ketahanan pangan dari lingkungan terkecil, yakni keluarga.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kota Semarang, Endang Sarwiningsih, menyebut program ini sebelumnya sudah pernah berjalan namun belum optimal. Kini, langkah konkret dilakukan dengan mengintegrasikan lintas sektor agar pengawasan dan edukasi pangan semakin kuat di masyarakat.
“Srikandi Pangan ini bukan hanya PKK, tapi juga melibatkan Dinas Pendidikan, karang taruna, remaja, bahkan bapak-bapak. Kita hidupkan lagi supaya lebih efektif,” kata Endang, Senin (21/7).
Mengacu pada empat pilar ketahanan pangan, ketersediaan, distribusi, pemanfaatan, dan stabilisasi, program ini akan mendorong warga menanam sendiri kebutuhan sayur-mayur melalui urban farming, lahan sempit dengan polybag, hingga pemanfaatan kebun pangan keluarga.
Bisa Dijual
Selain menghemat pengeluaran dan menjaga gizi keluarga, hasil panen berlebih dapat dijual lewat kios pangan di lingkungan sekitar. Tak hanya itu, program ini juga menyasar pengolahan sampah organik rumah tangga menjadi kompos atau pupuk maggot, sekaligus mengurangi tekanan volume sampah di TPA.
Endang juga menekankan pentingnya edukasi pengurangan pemborosan pangan. Ia menyarankan agar sisa makanan, seperti nasi dari hajatan, diolah kembali menjadi menu bernilai ekonomis seperti bubur atau makanan tradisional lainnya.
Dengan menghidupkan kembali Srikandi Pangan, Pemkot berharap warga dapat lebih mandiri secara pangan, sekaligus terlibat aktif dalam upaya menjaga keamanan pangan lokal dan mencegah beredarnya beras oplosan di pasaran. (*)