BACAAJA, SEMARANG – Yuliani Sutedi alias Mami Uthe dituntut bersalah dalam kasus striptis Karaoke Mansion Semarang. Dia nggak terima. Mami Uthe ngaku bukan pelaku, melainkan korban sistem.
Di satu sisi, jaksa menuntut Yuliani Sutedi alias Mami Uthe dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara plus denda Rp250 juta, subsidair 4 bulan kurungan. Tapi di sisi lain, kuasa hukum dan keluarga justru teriak: Mami Uthe ini bukan pelaku, melainkan korban sistem.
Kuasa hukum Mami Uthe, Angga Kurnia Anggoro bioqng, fakta persidangan jelas menunjukkan kliennya hanya seorang koordinator LC (pemandu lagu) di Mansion Karaoke & Bar.
Tugasnya men-showing-kan pemandu lagu kepada tamu. Ia tidak pernah membuat, tidak pernah menawarkan, dan tidak pernah menerima keuntungan dari paket-paket layanan striptis.
Poin yang ditekankan pembela cukup nyelekit. Video yang dijadikan barang bukti justru memperlihatkan Mami Uthe dipaksa membacakan daftar paket dari pesan WhatsApp manajer operasional. Posisi serba salah, kalau nolak takut dimarahi, apalagi tamunya kenalan pemilik usaha.
“Mami Uthe tidak pernah meminta, tidak pernah mengatur, dan tidak pernah menikmati keuntungan dari layanan itu. Semua keuntungan justru jatuh pada pihak lain,” tegas Angga saat dikonfirmasi, Jumat (12/9/2025).
Saksi-saksi persidangan pun menguatkan. Voucher dan catatan fee bukan atas nama Mami Uthe, melainkan pihak manajemen. Tapi entah kenapa, justru nama “mami” yang sekarang jadi headline tuntutan.
Angga bertanya-tanya, kenapa pekerja kecil harus jadi kambing hitam? Bukankah yang lebih berkuasa, yang dapat untung gede yang harusnya bertanggung jawab?
“Lebih baik membebaskan seribu orang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah. Mami Uthe adalah korban, bukan pelaku,” tegas Angga
Ia menyerukan agar publik melihat Mami Uthe bukan sekadar label “muncikari”. Dia seorang ibu, seorang pekerja, yang mestinya dilindungi, bukan dikorbankan demi nutupin kesalahan orang-orang besar di belakang bisnis hiburan. (bae)