BACAAJA, JAKARTA— Kalau rakyat sibuk cari kosan harga 800 ribuan, wakilnya di Senayan ternyata pusing nyari kos rasa hotel bintang lima. Dalam pembahasan Rancangan APBN 2026, DPR kembali menyentuh topik vital negara: tambahan fasilitas tempat tinggal dan beras.
Wakil Ketua DPR, Adies Kadir, menjelaskan bahwa Rp50 juta per bulan yang diterima anggota DPR sebagai pengganti rumah dinas, belum cukup. Alasannya? Harga rumah atau kos di sekitar Senayan mahal. Rumah keluarga bisa menyentuh Rp78 juta per bulan, sementara kosan “biasa” pun mentok di Rp3 juta. Ya tentu, yang dimaksud bukan kosan sempit isi tiga orang plus galon pinjaman.
Sebagai gambaran, berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 75 Tahun 2000, gaji pokok anggota DPR memang tak terlalu mencolok. Tapi di luar itu, surganya ada di tunjangan. Berdasarkan Surat Menteri Keuangan No. S-520/MK.02/2015, anggota DPR berhak mendapat tunjangan keluarga, tunjangan jabatan, hingga tunjangan beras. Karena tentu, tak semua nasi setara di mata negara.
Adies juga menambahkan, kerja-kerja politik itu padat. Maka DPR juga menikmati tunjangan komunikasi intensif serta anggaran untuk asisten ahli, yang membantu membuat naskah dan kajian. Tentu bukan sembarang naskah—ini soal negara.
Tapi angkanya tetap bikin publik geleng kepala. Menurut berbagai sumber, anggota DPR bisa membawa pulang lebih dari Rp70 juta per bulan. Itu belum termasuk fasilitas tambahan selama reses, kunjungan kerja, dan pelesir dalam negeri berkedok pengawasan.
Lalu muncul ironi besar. Di saat yang sama, pemerintah menggagas program Makan Bergizi Gratis (MBG) senilai Rp335 triliun untuk puluhan juta warga. Tapi ketika rakyat baru mau mencium aroma subsidi, DPR sudah lebih dulu mengendus aroma beras premium dan kasur empuk.
Badiul Hadi dari FITRA menyebut, model tunjangan seperti ini seharusnya ditinjau ulang. “Bayangkan, kalau 580 anggota DPR semua ambil Rp50 juta tunjangan rumah, setahun bisa tembus Rp348 miliar, padahal biaya perawatan rumah jabatan cuma Rp12–14 miliar per tahun.”
Lucius Karus dari Formappi lebih lantang: “Tunjangan ini hanya memanjakan, bukan mendukung kinerja. DPR seperti melupakan siapa yang harus mereka wakili.”
Sementara rakyat belajar bertahan hidup dengan gaji UMR dan harga beras naik turun, DPR memoles narasi kesulitan tempat tinggal, di tengah gedung parlemen bernilai triliunan rupiah.
Anggota DPR boleh berdalih ini untuk mendukung kinerja. Tapi rakyat tahu: kinerja tidak diukur dari jumlah bantal atau jenis nasi. Di saat petani kelaparan dan mahasiswa telat bayar kos, DPR berdiri tegak memperjuangkan: beras premium dan ranjang premium.(*)