KALAU Pati bikin sinetron, judulnya mungkin “Bupati, Botol Mineral, dan Pansus Angket”. Awalnya sih cuma drama soal kenaikan PBB 250%, yang bikin rakyat langsung megap-megap. Bayangin, warga udah pusing bayar pupuk sama listrik, eh tiba-tiba pajak tanah naik kaya harga sewa lapak di pasar Puri pas musim Lebaran. Demo pun meletus.
Puncaknya, 13 Agustus 2025, alun-alun jadi panggung utama. Ribuan massa datang, teriak-teriak bawa poster, sambil berharap bupati turun tangan. Eh, bupatinya beneran turun… tapi bukan dalam arti mundur, melainkan turun dari panggung sambutan gara-gara dilempari botol air mineral. Botolnya sih 600 ml, tapi efek politiknya kayak lemper di pasar Gajah: kecil, tapi bisa bikin kenyang berita satu kabupaten.
Setelah “adegan botol” itu, massa makin panas. Mereka geruduk gedung DPRD Kabupaten Pati. Pas masuk, eh, ternyata lagi ada sidang paripurna. Timing sempurna, kaya nemu parkiran pas CFD di depan alun-alun. Semua anggota DPRD ada di situ, semua fraksi kumpul. Dan, plot twist berikutnya: mereka sepakat bikin Pansus Hak Angket Pemakzulan.
Bagi yang nggak familiar, hak angket itu bukan sekadar hak tanya-tanya DPRD. Ini levelnya udah kaya investigasi penuh yang bisa berujung pada: “Pak, maaf, jabatan Anda kami copot.” Bahasa gampangnya: DPRD Pati udah masuk mode “wis wayahe” alias “udah saatnya.”
Bupati Sudewo nggak tinggal diam. Sekitar jam 15.30, beliau gelar jumpa pers. Pesannya singkat, tegas, dan penuh rasa “oke, kita lihat aja”: beliau nggak mau mundur, dan semua mekanisme diserahkan ke DPRD. Bahasa politiknya ini kayak bilang, “Gas aja, le, awakmu tak tunggu di finish.”
Kalau ini game, kita udah masuk mode Boss Battle. Di satu sisi ada DPRD yang udah kompak bikin pansus, di sisi lain ada bupati yang bilang dia nggak akan mundur. Rakyat? Masih nonton sambil ngopi di warung pinggir jalan pantura, berharap ending-nya nggak basi.
Fenomena ini juga unik. Dari awal cuma debat soal PBB, mendadak jadi full season drama politik yang nyerempet pemakzulan. Ada unsur aksi, intrik, dan sedikit comedy of errors. Bayangin, masalah pajak bisa bertransformasi jadi konflik eksekutif vs legislatif secepat meme “kebul-kebul” jadi viral di Facebook grup Wong Pati.
Tapi ini juga jadi pengingat: politik daerah itu kadang nggak kalah seru dari politik nasional. Dan yang bikin seru bukan cuma kebijakannya, tapi juga unscripted moments—kayak botol air mineral yang entah sekarang udah jadi barang bukti atau malah dijadikan “relic” demo 13 Agustus.
Yang jelas, buat warga Pati, babak berikutnya nggak kalah penting: apakah pansus ini cuma jadi tontonan politik musiman atau bener-bener menghasilkan keputusan yang berfaedah. Karena ujungnya, yang paling rugi kalau ini cuma drama panjang tanpa solusi ya rakyat juga—bukan mereka yang duduk di kursi empuk DPRD atau kantor bupati.
Kalau mau aman sih, kita saranin DPRD dan Bupati satu meja lagi. Bukan buat minum air mineral (takut trauma), tapi buat ngomongin solusi. Karena politik memang seru, tapi rakyat Pati itu cuma pengen hidup tenang, bisa jualan di pasar, panen padi tanpa ribet pajak, dan bisa nonton wayang di alun-alun tanpa drama season dua.(*)