BACAAJA, JAKARTA – Drama biaya Kereta Whoosh makin seru kayak sinetron durasi panjang. Proyek yang rutenya cuma 142 km ini, ternyata biayanya bisa ngalahin Kereta Haramain di Arab Saudi yang lintasannya 1.500 km. Langsung muncul tanda tanya gede: kenapa bisa mahalan?
Kereta Haramain yang menghubungkan Makkah dan Madinah itu cuma makan biaya US$7 miliar atau sekitar Rp116,2 triliun. Sementara Whoosh? Santai saja tembus US$7,27 miliar alias Rp120,7 triliun. Selisihnya bukan receh buat jajan cilok.
Belum selesai di situ. Arab Saudi lagi ngebut bikin proyek baru bernama Land Bridge. Rute Jeddah sampai Dammam lewat Riyadh, total 1.500 km, target selesai 2030. Budget? Sama-sama US$7 miliar. Jadi makin pengen pegang kalkulator kan?
Land Bridge bakal tempuh perjalanan 4 jam yang kalau pakai mobil butuh 12 jam. Tiketnya emang belum diumumin, tapi kereta di Saudi selama ini tarifnya ramah kantong. Mulai dari Rp182 ribu buat jarak pendek dan sekitar Rp664 ribu buat yang jauh. Kelas bisnis? Ya sekitar Rp1,3 jutaan.
Sementara itu, laporan keuangan 2022 proyek Whoosh menunjukkan angka US$7,27 miliar tadi sudah termasuk pembengkakan biaya lebih dari US$1 miliar. Cost overrun-nya sendiri sekitar Rp20 triliun. Lumayan buat seumur hidup makan soto tiap hari.
Pendanaan Whoosh juga mayoritas utang. Sekitar 75 persen dari China Development Bank, bunganya 2 sampai 3,4 persen, tenornya 45 tahun. Hutang jangka panjang, rasa cinta terlarang.
Konsorsium BUMN pun ikut turun tangan. Ada KAI, Waskita, Jasa Marga, dan PTPN VIII yang bersatu di bawah bendera PSBI. Mereka pegang 60 persen saham KCIC, sisanya 40 persen dipegang pihak China lewat Beijing Yawan.
Yang jadi beban paling kerasa? Utang jumbo KCIC. Bunganya aja Rp2 triliun, belum cicilan pokoknya. Kalau manusia mungkin udah nggak bisa tidur tiap malam mikirin tagihan.
Masalahnya bukan soal kecepatannya. Whoosh itu kencang dan futuristis. Tapi publik masih bertanya-tanya: kenapa lebih mahal dari proyek yang jaraknya 10 kali lipat?
Bandingkan saja angka-angkanya. Haramain: panjang, murah, dekat kota suci. Whoosh: pendek, mahal, banyak utang. Rasanya seperti beli cilok tapi dapet struk harga wagyu.
Sampai hari ini, warganet masih nunggu jawaban yang bikin masuk akal. Transparansi biaya perlu digeber biar nggak jadi misteri kayak identitas superhero.
Mungkin Whoosh bakal punya pembelaan bahwa teknologi, medan, dan biaya pembebasan lahan beda cerita. Tapi selama hitung-hitungannya masih bikin alis naik setengah senti, publik bakal tetap bandingkan.
Yang jelas, kereta cepat ini sudah melaju. Tinggal lihat, masa depan Whoosh akan secerah namanya atau malah “whoosh” menembus jurang utang berkepanjangan. (*)


