NARAKITA, JAKARTA- Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Muhammad Jazuli, menyatakan bahwa sejak Januari hingga Juli 2025, lembaganya menerima 780 aduan dari masyarakat mengenai pemberitaan media.
Jumlah ini melonjak drastis dibanding tahun lalu yang hanya mencatat sekitar 300 aduan di periode yang sama. Lonjakan pengaduan yang diterima Dewan Pers pada awal 2025 menandai dua hal penting: meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap hak mereka atas pemberitaan, serta belum optimalnya praktik jurnalisme di era media digital.
“Sampai akhir Juli, total pengaduan yang masuk mencapai 780. Ini lebih dari dua kali lipat dibanding periode Januari–Juli 2024,” kata Muhammad Jazuli dalam keterangan pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Selasa (5/8).
Dari jumlah tersebut, bulan Juni mencatat angka tertinggi dengan 199 laporan masuk. Jazuli mengungkapkan bahwa 424 kasus telah ditangani dan diselesaikan. Rinciannya, 316 aduan ditangani melalui surat-menyurat, 21 melalui mediasi, dan tiga kasus diselesaikan lewat ajudikasi atau PPR (Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi). Sebanyak 84 aduan lainnya diarsipkan.
Menurut Jazuli, lonjakan pengaduan ini tak lepas dari meningkatnya literasi publik terhadap hak jawab dan hak koreksi. “Masyarakat kini sudah tahu ke mana harus melapor jika merasa dirugikan oleh media,” ujarnya.
Kualitas Jurnalisme
Namun, di sisi lain, peningkatan pengaduan juga mencerminkan pertumbuhan media baru, terutama daring yang tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas jurnalisme. Banyak media dan wartawan, kata Jazuli, masih abai terhadap prinsip-prinsip dasar jurnalistik.
“Masih banyak yang mengabaikan konfirmasi, klarifikasi, dan verifikasi dalam proses pemberitaan. Ini menciptakan kerugian bagi banyak pihak,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Jazuli menyebut bahwa sebagian besar pengaduan dimenangkan oleh pihak pengadu, yang bisa berasal dari individu, pemerintah, atau badan hukum. Setelah dilakukan analisis oleh Dewan Pers, terbukti banyak media melakukan pelanggaran etika jurnalistik.
Untuk mengantisipasi dan menekan pelanggaran, Dewan Pers terus menggiatkan sejumlah strategi. Antara lain dengan mendorong Uji Kompetensi Wartawan (UKW), hingga kini terdapat 12.936 wartawan tersertifikasi, termasuk 4.500 yang difasilitasi dalam tiga tahun terakhir.
Selain itu, pengawasan terhadap media juga dilakukan secara proaktif. Media yang terbukti melanggar etika langsung mendapat teguran. Dewan Pers juga telah meluncurkan Mekanisme Nasional Keselamatan Pers sebagai upaya perlindungan terhadap jurnalis.
Di akhir pernyataannya, Dewan Pers mengajak seluruh pelaku industri media untuk menegakkan prinsip jurnalistik, menjaga etika, menghormati hak jawab, serta memverifikasi informasi sebelum dipublikasikan. “Kami tetap berkomitmen menjaga kemerdekaan pers, melindungi hak masyarakat, dan memperkuat ekosistem media yang sehat di Indonesia,” tegas Jazuli. (*)