Bacaaja.coBacaaja.coBacaaja.co
  • Info
    • Politik
      • Daerah
      • Nasional
    • Ekonomi
      • Sirkular
    • Hukum
    • Pendidikan
    • Olahraga
      • Sepak Bola
  • Unik
    • Kerjo Aneh-aneh
    • Tips
    • Viral
  • Opini
  • Tumbuh
Reading: Standardisasi Desa Wisata: Saatnya Hentikan Copy-Paste dan Fokus ke Identitas Lokal
Bacaaja.coBacaaja.co
Follow US
  • Info
  • Unik
  • Opini
  • Tumbuh
© 2025 Bacaaja.co
Info

Standardisasi Desa Wisata: Saatnya Hentikan Copy-Paste dan Fokus ke Identitas Lokal

Komisi VII DPR RI menyoroti pentingnya standardisasi desa wisata agar bantuan pemerintah adil dan potensi lokal benar-benar diberdayakan. Namun, tantangan utamanya ada pada keterlibatan masyarakat dan menjaga identitas khas tiap desa, bukan sekadar mengejar tren wisata seragam.

baniabbasy
Last updated: September 29, 2025 10:35 am
By baniabbasy
4 Min Read
Share
Walikota Semarang Agustina Wilujeng bertukar plakat dengan Komisi VII DPR RI usai gelaran kunjungan kerja spesifik Komisi VII DPR di Sentra Batik Semarang, Jumat (27/9/2025). DPR menyoroti pentingnya standarisasi desa wisata se-Iindonesia agar lebih memiliki manfaat bagi warga. Foto: dok.
Walikota Semarang Agustina Wilujeng bertukar plakat dengan Komisi VII DPR RI usai gelaran kunjungan kerja spesifik Komisi VII DPR di Sentra Batik Semarang, Jumat (27/9/2025). DPR menyoroti pentingnya standarisasi desa wisata se-Iindonesia agar lebih memiliki manfaat bagi warga. Foto: dok.
SHARE

INDONESIA punya lebih dari 6.000 desa wisata. Angkanya fantastis, tapi jangan buru-buru tepuk tangan. Data Kemenparekraf lewat Jaringan Desa Wisata (Jadesta) per akhir 2024 nunjukkin fakta getir: mayoritas masih level rintisan (4.703 desa), sebagian kecil berkembang (992 desa), sedikit yang maju (314 desa), dan hanya 33 desa yang sudah mandiri. Bayangin, kurang dari 1%!

Contents
Potensi Besar tapi Masih Setengah JalanKlasifikasi Itu Bukan FormalitasMasyarakat Jangan Cuma Jadi PenontonJangan Ikut Tren, Lihat Potensi NyataStandardisasi Bukan Checklist Formalitas

Artinya, desa wisata memang ada di atas kertas, tapi di lapangan belum semua benar-benar berdaya. Banyak desa hanya “nempel nama wisata” biar keren, tapi belum punya tata kelola, promosi, apalagi pemberdayaan masyarakat yang kuat.

Potensi Besar tapi Masih Setengah Jalan

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, dengan lugas menyebut pentingnya standardisasi desa wisata. Bukan biar semua desa jadi seragam, tapi biar jelas hak dan levelnya: perintis, berkembang, maju, atau mandiri. Dari situ, bantuan pemerintah bisa lebih adil dan terukur.

“Setiap desa harus punya identitas khas, bukan meniru desa lain,” tegas Evita saat kunjungan ke Galeri Sentra Batik Gunung Pati, Semarang, Jumat (26/9/2025).

Evita juga wanti-wanti soal SDM dan promosi digital. Pelaku usaha di desa wisata perlu dilatih bikin konten kreatif biar pasar mereka nggak mentok di lokal, tapi bisa tembus nasional bahkan global. Desa wisata tanpa promosi digital? Bisa jadi museum hidup yang sepi pengunjung.

Klasifikasi Itu Bukan Formalitas

Anggota Komisi VII, Samuel Wattimena, ikut menekankan bahwa standardisasi penting untuk pemetaan potensi dan kebutuhan tiap desa. Ada wisatawan yang suka nuansa natural desa rintisan, ada juga yang butuh fasilitas komplit ala desa mandiri. Jadi, klasifikasi bukan sekadar stempel, tapi panduan buat arah pengembangan.

“Warga desa harus paham kapasitas, hak, dan kewajiban mereka. Dari situ baru kelihatan kebutuhan anggarannya,” ujar Samuel.

Ia juga nyoroti pentingnya dukungan pemerintah daerah agar desa wisata nggak sekadar jadi proyek jangka pendek, tapi betul-betul menopang kemandirian ekonomi masyarakat sekaligus ramah lingkungan.

Masyarakat Jangan Cuma Jadi Penonton

Masalah klasiknya? Masyarakat sering cuma jadi penonton. Ketua Tim Kunker Panja Standardisasi Komisi VII DPR RI, Rycko Menoza, blak-blakan bilang, “Masyarakat terlihat belum terlibat langsung.”

Temuan itu muncul saat Komisi VII meninjau Kampung Wisata Baselang Bakung Jaya di Jambi.

Kalau masyarakat sekitar nggak ikut naik kelas, desa wisata cuma jadi proyek elitis. Padahal logikanya sederhana: satu desa maju bisa jadi pemantik bagi desa-desa tetangga. Tapi kalau hanya “nampang nama”, ya ekonomi lokal tetap stagnan.

Jangan Ikut Tren, Lihat Potensi Nyata

Anggota Komisi VII dari Fraksi Golkar, Siti Mukaromah, mengingatkan: bikin desa wisata jangan ikut-ikutan tren. Harus berbasis kebutuhan dan potensi warga setempat. Kalau dipaksakan, hasilnya cuma desa wisata “instan” yang cepat booming tapi juga cepat tenggelam.

Standar ini, kalau serius dijalankan, bisa jadi game-changer: desa wisata dengan identitas kuat, dikelola berbasis komunitas, dan berkontribusi langsung ke ekonomi warga.

Standardisasi Bukan Checklist Formalitas

Pertanyaannya: apakah standardisasi ini beneran jadi alat pemerataan, atau sekadar checklist administrasi biar proyek jalan? Jangan sampai desa wisata jadi proyek seragam—semua punya gerbang warna-warni, mural klise, atau panggung tari dadakan—tapi kehilangan identitas lokal.

Desa wisata harus jadi cerita unik. Ada yang unggul di batik, kuliner, alam, budaya, atau bahkan teknologi hijau. Kalau semua dipaksa mirip, yang muncul cuma “copy-paste desa wisata” yang kehilangan daya tarik.

Standardisasi desa wisata jelas langkah penting. Tapi ingat, standarisasi harus jadi alat pembeda—bukan penyamarataan. Masyarakat mesti dilibatkan, promosi digital harus digencarkan, dan potensi lokal jangan diabaikan. Kalau dikelola serius, desa wisata bisa jadi mesin ekonomi baru. Kalau cuma ikut tren? Jangan kaget kalau desa wisata hanya tinggal nama di brosur.(*)

You Might Also Like

Dengar Langsung Keluhan Warga, Agustina Kunjungi Rusunawa Karangroto

2026, Pemprov Janji Naikin Insentif Guru Agama Jadi Rp300 Miliar

Pemkot Semarang Dorong Perda Pesantren

17 KONI Dulongmas Kompak Dukung Sujarwanto Jadi Ketua KONI Jateng

IDI Jateng Pasang Badan, Gak Terima Dokter RSI Sultan Agung Jadi Korban Kekerasan Keluarga Pasien ‘Sultan’

TAGGED:agustina wilujengheadlineKomisi VII DPR RIsamuel wattimenastandarisasi Desa Wisata
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp
Previous Article Empat Kelurahan di Bantul Resmi Jadi “Tsunami Ready Community”, Apa Itu?
Next Article Nama Sekda Banyumas Dicatut Buat Nipu, Seorang Warga Kena Tipu Rp10 Juta

Ikuti Kami

FacebookLike
InstagramFollow
TiktokFollow

Must Read

Bedah buku di Pesantren Bumi Cendekia, Sleman, DIY, dalam rangaka mengenang sosok KH Imam Aziz.

100 Hari Wafatnya KH Imam Aziz: Mengenang Sosok Kiai Rakyat

Ilustrasi siswa SMK.

Nunggak SPP, Siswa SMK Beprestasi di Purworejo Dipaksa Mundur

Warga Semarang Patungan Kebaikan, PMI Kantongi Rp3,2 Miliar!

PWI Jateng Ganti Nahkoda, Tanpa Ribut-Ribut

RPH Halal MAJT Resmi Dibuka, Yuk Makan Tanpa Waswas!

- Advertisement -
Ad image

You Might Also Like

Ilustrasi gelombang tsunami.
Unik

Tsunami Rusia Berpotensi Hantam Indonesia, BNPB Minta Pantai Dikosongkan Dulu

Juli 30, 2025
Anggota Komisi X DPR RI Muhammad Hilman Mufidi dalam Rapat Kerja dengan Kementerian Pendidikan Dasar Menengah, Selasa (26/8/2025). DPR sepakat menambah anggaran untuk kesejahteraan guru dalam anggaran di Kemendikdasmen. Foto: dok.
Pendidikan

DPR Dukung Tambahan Tunjangan Guru Non-ASN, Dorong Pemerataan Revitalisasi Sekolah

Agustus 26, 2025
Nasional

Seluruh Korban Ponpes Al Khoziny Ditemukan, BNPB Pastikan Lokasi Sudah Rata dengan Tanah

Oktober 7, 2025
Politik

Lembur Pakuan, Estetika Kampung Sunda yang Kini Merokat Berkat KDM

Juni 10, 2025
  • Kode Etik Jurnalis
  • Redaksi
  • Syarat Penggunaan (Term of Use)
  • Tentang Kami
  • Kaidah Mengirim Esai dan Opini
Reading: Standardisasi Desa Wisata: Saatnya Hentikan Copy-Paste dan Fokus ke Identitas Lokal
© Bacaaja.co 2025
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?