BACAAJA JAKARTA – Tragedi ambruknya bangunan di Pondok Pesantren Al-Khoziny, Sidoarjo, terus jadi sorotan. Bukan cuma soal banyaknya korban jiwa, tapi juga soal bagaimana pemerintah memastikan hal serupa nggak terulang lagi. Dari peristiwa itu, muncul wacana baru: mungkinkah pembangunan dan perbaikan pondok pesantren dibiayai langsung oleh APBN?
Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, buka suara soal ini. Menurutnya, pemerintah lagi serius mempertimbangkan ide tersebut. “Pasca kejadian kemarin muncul pemikiran, apakah pembangunan pondok pesantren bisa dibiayai APBN. Tapi ini masih tahap kajian,” ujarnya di Jakarta, Minggu (12/10/2025) malam.
Langkah ini bukan tanpa alasan. Banyak pondok pesantren di berbagai daerah yang berdiri dengan dana swadaya, bahkan sebagian dibangun tanpa standar teknis memadai. “Kita perlu tahu dulu jumlah dan perkembangan ponpes yang akan dibiayai. Mana yang perlu prioritas, mana yang baru,” lanjut Prasetyo.
Prabowo Minta Data Lengkap Ponpes
Presiden Prabowo disebut sudah turun tangan. Ia memerintahkan kementerian terkait untuk mendata seluruh pondok pesantren di Indonesia. Tujuannya jelas: memastikan bangunan ponpes aman dan layak digunakan.
Kementerian PUPR juga diminta ikut turun ke lapangan. “Presiden ingin setiap ponpes dicek keamanannya. Jangan sampai ada lagi bangunan yang ambruk dan menelan korban,” kata Prasetyo menegaskan.
Langkah ini disambut baik banyak pihak. Pasalnya, selama ini pondok pesantren memang jadi tempat ribuan santri belajar dan tinggal setiap harinya. Kalau bangunan tidak aman, risikonya bisa fatal seperti yang terjadi di Sidoarjo.
Luka Masih Terasa
Musibah di Al-Khoziny sendiri masih menyisakan duka mendalam. Musala ponpes itu ambruk pada Senin (29/9/2025) sore, saat para santri sedang sholat Ashar. Bangunan baru itu bahkan belum genap setahun berdiri.
Menurut pengasuh ponpes, KH Abdul Salam Mujib, pengecoran lantai atas baru selesai beberapa jam sebelum tragedi. Tak ada yang menyangka musala itu justru runtuh secepat itu. Suasana belajar berubah jadi kepanikan dan tangisan.
Sampai Minggu (12/10/2025), tim DVI Polda Jatim sudah berhasil mengidentifikasi 53 dari 67 kantong jenazah korban. Sisanya, 11 kantong masih menunggu hasil pemeriksaan DNA di Jakarta.
Proses Identifikasi yang Tak Mudah
Kabid Dokkes Polda Jatim, Kombes Pol M. Khusnan Marzuki, menjelaskan bahwa proses identifikasi berjalan lambat karena kondisi jenazah yang tidak utuh. “Ada body part di dalamnya, jumlah pastinya belum tahu. Kita tunggu hasil DNA,” ucapnya di RS Bhayangkara Surabaya.
Menurutnya, faktor kondisi fisik korban membuat proses identifikasi kali ini lebih lama dibanding hari-hari awal pasca tragedi. Tim forensik hanya bisa berharap hasil tes DNA segera keluar agar keluarga korban bisa mendapat kepastian.
“Proses alamiah membuat identifikasi memakan waktu. Tapi kami terus berusaha maksimal,” tambah Khusnan.
Momen Refleksi Nasional
Tragedi Al-Khoziny bukan cuma soal kesedihan, tapi juga jadi alarm keras tentang pentingnya pengawasan bangunan publik, termasuk pondok pesantren. Banyak ponpes berdiri dengan niat mulia, tapi minim pengawasan teknis dan keselamatan.
Karena itu, ide menggunakan dana APBN untuk memastikan keamanan fisik ponpes dianggap relevan. Pemerintah juga tengah memetakan kemungkinan sinergi dengan pemerintah daerah dan lembaga pendidikan Islam agar bantuan bisa tepat sasaran.
Langkah ini diharapkan bisa jadi titik balik. Bukan hanya memperbaiki yang rusak, tapi memastikan seluruh pondok pesantren di Indonesia punya standar keamanan yang layak.
“Keselamatan santri harus jadi prioritas utama,” tegas Prasetyo Hadi.
Ke depan, pemerintah juga disebut bakal membuka konsultasi publik dengan para kiai dan pengasuh pesantren untuk merumuskan sistem pendanaan yang adil dan transparan. Semua masih di tahap awal, tapi arah kebijakan mulai terbentuk: pondok pesantren aman, santri tenang belajar.
Dan jika benar nanti APBN ikut turun tangan, ini bisa jadi langkah besar dalam sejarah pendidikan Islam di Indonesia—lahir dari duka, menuju perbaikan yang nyata. (*)