BACAAJA, SEMARANG- Universitas Diponegoro (Undip) ngirim ratusan mahasiswanya ke pelosok negeri lewat program Ekspedisi Patriot. Bukan liburan, bukan pula sekadar studi lapangan, tapi misi serius untuk tinggal dan kerja nyata di desa-desa transmigrasi selama empat bulan ke depan.
Total ada 285 peserta yang berangkat, terdiri dari mahasiswa, alumni, dan dosen. Mereka disebar ke 13 provinsi, 35 kabupaten, dan 57 kawasan transmigrasi.
Aktivitas yang bakal mereka jalani juga beragam. Ada yang riset soal potensi sumber daya, ada yang dampingin UMKM, ada yang ngajarin teknologi tepat guna, sampai edukasi soal lingkungan.
Tujuannya simpel tapi penting: bikin desa transmigrasi bukan cuma jadi tempat pindahan, tapi beneran tumbuh jadi pusat pertumbuhan baru.
Rektor Undip, Prof Suharnomo, pas melepas keberangkatan di Lapangan Widya Puraya, Tembalang, ngasih pesan serius. “Saudara-Saudara adalah insan terpilih yang menjadi representatif Undip. Kehadiran Saudara diharapkan memberikan manfaat dan kontribusi nyata bagi daerah,” tegasnya, Sabtu (23/8). Dia juga ngingetin supaya mahasiswa selalu menghormati kearifan lokal setempat.
Pusat Ekonomi Baru
Koordinator Tim Ekspedisi Patriot, Prof Wiwandari Handayani jelasin kalau transmigrasi sekarang udah beda. Menurutnya, ini bukan lagi soal mindahin orang, tapi soal ngebangun pusat ekonomi baru.
“Tujuannya adalah lokasi transmigrasi nantinya, bukan hanya untuk memindahkan penduduk, tetapi mampu berkembang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
Dengan cakupan seluas itu, mahasiswa Undip bakal nemuin banyak cerita, mulai dari tinggal di desa yang aksesnya terbatas, beradaptasi dengan budaya baru, sampai kerja bareng warga buat cari solusi nyata. Dari teori di kampus, mereka langsung loncat ke realita di lapangan.
Ekspedisi ini digelar bareng Kementerian Transmigrasi dan bakal berlangsung dari akhir Agustus sampai 9 Desember 2025. Selama itu, mahasiswa Undip bakal belajar jadi agen perubahan, bukan cuma buat dirinya sendiri, tapi juga buat masyarakat yang selama ini jauh dari sorotan.
Intinya, lewat ekspedisi ini, anak-anak muda Undip lagi diuji: mampukah mereka bikin desa transmigrasi nggak lagi dipandang “pinggiran”, tapi justru jadi pusat harapan baru untuk Indonesia. (bae)