BACAAJA, JAKARTA – Drama internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) akhirnya menemukan babak akhir yang bikin lega banyak pihak. Dua sosok yang sebelumnya sempat berseteru pasca Muktamar X — Muhamad Mardiono dan Agus Suparmanto — akhirnya memilih jalan damai. Yup, dua kubu ini resmi islah, alias berdamai dan bersatu lagi di bawah satu bendera yang sama.
Kabar bahagia ini datang setelah Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengumumkan hasil pertemuan rekonsiliasi yang berlangsung di Jakarta, Senin (6/10/2025) sore. “Hasil diskusi internal ataupun saya sebutkan semalam islah ya, atau apa pun penyebutannya,” ujar Supratman. Intinya, PPP udah nemu titik temu dan siap move on dari konflik lama.
Struktur kepemimpinan baru juga sudah resmi punya kepastian hukum. Muhamad Mardiono kini ditetapkan sebagai Ketua Umum, sementara Agus Suparmanto akan jadi Wakil Ketua Umum. Nama lain yang ikut memperkuat formasi baru ini ada Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, sebagai Sekjen, dan Imam Fauzan Amir Uskara sebagai Bendahara Umum.
Langkah ini jadi sinyal kuat kalau PPP benar-benar pengin bangkit lagi, bukan sekadar menambal luka politik.
Menkum Supratman bahkan menegaskan, rekonsiliasi ini murni inisiatif internal PPP. Gak ada intervensi pemerintah, apalagi Presiden Prabowo. “Tidak ada andil Presiden. Ini murni inisiatif teman-teman di internal PPP,” katanya tegas. Prabowo sendiri disebut konsisten mendorong agar partai-partai bisa nyelesain masalah rumah tangganya sendiri.
Nah, yang menarik, Mardiono juga sempat buka sedikit cerita di balik layar rekonsiliasi ini. Ia mengaku pertemuan damai dengan Agus Suparmanto difasilitasi oleh “orang-orang baik”. Tujuannya sederhana tapi penting banget: menyatukan hati dan pikiran sebelum perbedaan makin tajam dan berlarut-larut. “Saya telah mengadakan pertemuan yang difasilitasi oleh orang-orang baik, yaitu untuk pertemuan antara Taj Yasin, Agus, dan saya,” ungkap Mardiono.
Dari pertemuan itu lahir kesepakatan: dua kubu harus kembali dalam satu barisan. Tak ada lagi klaim aklamasi ganda, tak ada lagi perebutan legitimasi. Dengan SK baru yang sudah keluar, suasana politik PPP kini terasa lebih adem. Bahkan, kata Supratman, saat SK dibacakan semua pihak langsung berangkulan — simbol kalau yang dulu panas, sekarang udah cair banget.
Yang dinantikan berikutnya adalah Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) — forum penting yang bakal jadi tonggak rekonsiliasi nasional. Mukernas ini diharapkan melahirkan keputusan-keputusan strategis buat masa depan PPP, sekaligus mempertegas arah politik partai berlambang Ka’bah ini.
Kalau mau jujur, langkah islah ini jadi kabar segar di tengah suasana politik nasional yang sering banget diwarnai drama internal partai. Politik Indonesia memang gak pernah sepi intrik, tapi contoh PPP ini bisa jadi pelajaran: ribut boleh, asal ujungnya bisa saling rangkul lagi.
Partai ini punya sejarah panjang dan basis massa yang kuat, terutama di kalangan santri dan umat Islam moderat. Kalau mereka berhasil menjaga keharmonisan ini sampai ke akar rumput, bukan gak mungkin PPP bisa reborn — muncul lagi sebagai kekuatan politik yang solid, modern, dan relevan di mata anak muda.
Harapannya sih, rekonsiliasi ini gak cuma seremonial. Tapi bener-bener jadi titik balik yang menghidupkan kembali semangat gotong royong, kejujuran, dan perjuangan politik yang bersih. Karena ujung-ujungnya, publik bakal nilai bukan dari siapa yang menang di Muktamar, tapi siapa yang bener-bener berjuang buat umat dan bangsa.
PPP udah kasih contoh: konflik bisa berakhir dengan pelukan, bukan perpecahan. Sekarang tinggal gimana mereka ngejaga momentum ini. Kalau bisa konsisten, bukan gak mungkin 2025 jadi tahun kebangkitan baru politik Ka’bah.(*)