KALAU kamu pikir drama PBB-P2 cuma heboh di Pati, siap-siap kaget. Faktanya, hampir di seluruh Indonesia lagi ada “musim” naik pajak tanah & bangunan. Bedanya, cara mainnya aja yang beda-beda—ada daerah yang langsung gaspol naikin tarif, ada juga yang diam-diam naikin NJOP biar tagihan warga melar sendiri.
Kasus Pati jadi trending karena dua hal: kenaikannya bikin warga melotot (katanya sampai ratusan persen) dan sikap pemerintah daerahnya malah bikin panas kuping. Alhasil, demo meledak, tuntutan mundur dilontarkan, dan isu PBB berubah jadi isu harga diri rakyat.
Kalau ditelusuri, momen ini banyak terjadi di masa transisi kepala daerah. Banyak bupati/wali kota definitif habis masa jabatan sebelum Pilkada serentak, posisinya diganti Penjabat (Pj)—yang mayoritas adalah ASN pilihan Kemendagri. Nah, Pj ini bukan pejabat hasil pemilu, tapi mereka yang ketiban sampur buat eksekusi kebijakan teknis… termasuk yang nggak populer kayak kenaikan PBB.
Di sisi fiskal, aturan barunya memang ngasih ruang daerah untuk nyetel tarif PBB sampai maksimal 0,5% dan update NJOP biar sesuai harga pasar. Masalahnya, tanpa komunikasi publik yang mantep, warga tahunya cuma satu: “Lho kok pajak gue tiba-tiba segini?!” Di sinilah amarah jadi bahan bakar, dan Pati jadi pemantik buat daerah lain ikut ribut.
Yang bikin situasi makin rame, respons tiap daerah beda. Ada yang ngerem mendadak kayak di Semarang—Bupati langsung batalin kenaikan dan nurut ke SE Mendagri buat lihat kondisi sosial-ekonomi warga. Ada juga yang ngegas terus, entah karena yakin benar atau gengsi keburu tinggi.
Lalu muncul teori konspirasi tipis-tipis di warung kopi: ini jangan-jangan strategi politik pusat buat bikin rakyat marah sama pejabat lokal, biar trust ke daerah turun? Kalau bener begitu, ya cakep—warga udah siap “war” di lapangan dan medsos. Tapi jujur aja, lebih masuk akal kalau ini akibat benturan antara target pendapatan daerah, aturan baru pajak, dan siklus politik yang lagi “pakai Pj semua”.
Moral of the story: update pajak itu perlu, tapi kalau waktunya pas lagi Pj, komunikasinya minim, dan kenaikannya brutal… siap-siap aja trending di Twitter (eh, X) dengan hashtag #PBBZalim. Karena di politik, fakta kalah sama persepsi, dan sekali rakyat udah ngerasa “diperas”, semua bisa berubah jadi panggung perlawanan.(*)