BACAAJA, JAKARTA – Paspor Malaysia lagi naik daun banget! Dalam pembaruan Henley Passport Index, Negeri Jiran berhasil nyodok ke posisi ke-12 — sejajar sama Amerika Serikat (AS) yang selama ini jadi langganan papan atas.
Menariknya, di versi Arton Capital, Malaysia malah unggul tipis. Mereka bisa jalan bebas ke 170 destinasi, sementara AS “cuma” bisa ke 168 negara tanpa visa. Lumayan beda dua langkah tapi efeknya berasa banget di peta diplomasi dunia.
Kenaikan ini bukan kebetulan. Pemerintah Malaysia lagi gencar banget bangun diplomasi bebas visa ke berbagai wilayah, mulai dari Eropa, Timur Tengah, sampai Asia. Termasuk juga negara-negara di Area Schengen dan kawasan Teluk yang dulu susah ditembus.
Yang bikin heboh, ini pertama kalinya AS kepleset dari 10 besar sejak indeks ini dibuat dua dekade lalu. Padahal dulunya, paspor Amerika itu kayak “gold ticket” buat ke mana-mana tanpa ribet.
Tahun 2024, paspor AS masih duduk manis di posisi tujuh. Tapi awal 2025 turun ke posisi 10, dan kini, Oktober 2025, resmi keluar dari jajaran elit sepuluh besar dunia. Sebuah momen bersejarah yang nggak banyak orang nyangka bakal kejadian.
Menurut Christian H. Kaelin, bos Henley & Partners sekaligus pencipta indeks ini, turunnya posisi paspor AS bukan sekadar soal angka, tapi cerminan dari pergeseran kekuatan global alias global power shift.
“Ini bukan cuma penurunan ranking. Ini tanda kalau dinamika mobilitas global dan kekuatan soft power dunia mulai berubah,” kata Kaelin.
Dengan kata lain, makin banyak negara yang bangkit dan mulai punya pengaruh besar lewat hubungan internasional, bukan cuma lewat kekuatan ekonomi atau militer.
Sementara itu, Malaysia justru lagi menikmati momen terbaiknya di panggung global. Strategi diplomasi yang fokus pada keterbukaan dan kerja sama antarnegara terbukti ampuh mendongkrak posisi mereka.
Buat warga Malaysia, ini jelas jadi kebanggaan baru. Bisa bepergian ke lebih banyak negara tanpa visa bukan cuma soal kemudahan, tapi juga simbol kepercayaan dunia.
Henley Passport Index sendiri ngambil data resmi dari International Air Transport Association (IATA). Total ada 199 paspor yang dinilai berdasarkan akses ke 227 destinasi tanpa visa.
Jadi, kalau dulu paspor AS selalu dianggap paling “berharga”, sekarang giliran Malaysia yang naik panggung dan ngasih contoh kalau kerja diplomasi yang konsisten bisa ngalahin raksasa dunia.
Warganet pun ramai ngomongin ini. Banyak yang bilang, “Wah, Malaysia keren juga nih. Nggak cuma jago di nasi lemak, tapi juga di urusan diplomasi.”
Sementara warga AS cuma bisa geleng-geleng kepala, karena paspor mereka yang dulu superpower kini kalah saing sama tetangga Asia Tenggara.
Kondisi ini nunjukin kalau peta dunia terus berubah. Siapa pun bisa naik — asal punya strategi yang jitu dan hubungan internasional yang solid.
Paspor Malaysia kini bukan cuma dokumen perjalanan, tapi juga simbol kemenangan diplomasi modern. Dunia pun mulai melihat Asia Tenggara dengan kacamata baru: bukan sekadar wilayah eksotis, tapi kawasan yang berpengaruh dan berdaya.
Jadi, kalau kamu warga Malaysia, boleh banget bangga. Paspor kamu sekarang bukan cuma tanda kewarganegaraan — tapi juga tiket prestise di mata dunia.
Dan buat AS? Mungkin ini sinyal halus buat introspeksi. Dunia udah berubah, dan kali ini, bukan mereka yang jadi pusatnya. (*)


