BACAAJA, JAKARTA- Suasana duka menyelimuti Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo. Musala di kompleks asrama putra tiba-tiba ambruk saat santri lagi salat berjemaah, Senin (29/9). Peristiwa ini bikin 3 santri meninggal dunia dan puluhan lainnya luka-luka.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, langsung angkat suara soal tragedi ini. Ia menegaskan yang paling utama saat ini adalah penyelamatan para santri.
“Dukacita kami sampaikan bagi para korban akibat kejadian ini. Pemerintah harus memastikan setiap santri belajar dan beribadah di tempat yang aman, layak, dan bermartabat,” kata Puan, Selasa (30/9).
Data terbaru per Selasa (30/9) pagi, total ada 98 santri jadi korban. Mereka dirawat di RSUD Sidoarjo, RSI Siti Hajar, dan RS Delta Surya. Hingga hari kedua evakuasi, tim SAR masih berjibaku mengeluarkan korban dari reruntuhan, bahkan 11 orang berhasil dievakuasi meski bangunan rapuh terus mengancam ambruk lagi.
Secara keseluruhan, sudah ada 102 korban berhasil dievakuasi. Dari jumlah itu, 91 masih dirawat di rumah sakit, 10 sudah pulang ke keluarganya, dan sekitar 38 santri diperkirakan masih terjebak.
Keamanan Santri
Puan menekankan proses evakuasi harus benar-benar mengutamakan keselamatan. “Kita berterima kasih atas kerja keras tim SAR, tapi yang paling penting adalah memastikan keamanan santri saat evakuasi,” tegasnya.
Politikus yang juga cucu Bung Karno ini menilai tragedi robohnya musala bukan cuma duka keluarga korban, tapi juga jadi tamparan keras soal standar keselamatan bangunan di pesantren dan fasilitas pendidikan lain. Menurutnya, pengawasan konstruksi masih sering diabaikan.
“Negara harus hadir memastikan setiap pembangunan fasilitas publik, apalagi untuk anak-anak, dilakukan sesuai kaidah konstruksi yang benar dan diawasi ketat,” ujarnya.
Selain mendesak audit teknis bangunan, Puan juga meminta pemerintah pusat dan daerah memberi pendampingan penuh untuk Ponpes Al-Khoziny, termasuk trauma healing bagi santri dan keluarga.
Ke depan, ia menegaskan perlunya perbaikan regulasi dan pengawasan ketat agar fasilitas pendidikan keagamaan nggak lagi jadi ancaman buat penghuninya. “Santri berhak dapat lingkungan belajar yang aman, sehat, dan terlindungi dari risiko bencana maupun kecelakaan teknis,” tutup Puan. (*)