BACAAJA, GORONTALO – Heboh! Anggota DPRD Provinsi Gorontalo dari Fraksi PDI Perjuangan, Wahyudin Moridu, menjadi buah bibir setelah video viralnya merekam pernyataan yang dianggap melecehkan nilai-nilai kepemimpinan dan keuangan negara.
Dalam video tersebut, Wahyudin mengatakan: “Kita hari ini menuju Makassar menggunakan uang negara. Kita rampok aja uang negara ini, kita habiskan aja biar negara ini makin miskin.” Ucapan itu disuarakan sambil mengendarai mobil dengan seorang wanita di sampingnya.
Setelah video menyebar luas di media sosial, Wahyudin muncul dengan klarifikasi yang didampingi istrinya. Ia menyatakan bahwa ucapan yang muncul dalam video bukanlah maksud merendahkan masyarakat Gorontalo maupun melecehkan integritas negara. Wahyudin juga menyebut bahwa dirinya tidak sadar benar akan apa yang diucapkannya karena dalam kondisi terpengaruh alkohol dan tidak mengetahui sedang direkam.
Permohonan maaf disampaikannya secara terbuka: “Dengan ini, atas nama pribadi dan keluarga, saya memohon maaf atas video yang telah diviralkan … Sesungguhnya, Bapak dan Ibu sekalian, saya tidak berniat untuk melecehkan ataupun menyinggung masyarakat Gorontalo,” kata Wahyudin dalam video klarifikasinya.
Peran Badan Kehormatan DPRD Gorontalo
Menyusul viralnya video tersebut, Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Gorontalo langsung bergerak. Ketua BK, Fikram AZ Salilama, menyatakan bahwa wahyudin memang mengakui bicara dalam video itu. BK menduga Wahyudin dalam keadaan mabuk sehingga tidak sepenuhnya sadar atas kata-katanya. Meski demikian, dari sisi etik, status kondisi mabuk tak menghapus tanggung jawab. BK menyebut bahwa pernyataan tersebut tetap melanggar aturan etik wakil rakyat.
Selain itu, BK menyorot adanya botol minuman keras di dalam mobil saat rekaman dan mempertanyakan kontradiksi antara klaim tidak sadar dengan fakta bahwa video menunjukkan bahwa Wahyudin mampu mengemudi dan tiba di bandara tanpa insiden.
Sikap PDIP & Keputusan Pemecatan
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memastikan tidak akan tinggal diam. Sekretaris DPD PDIP Gorontalo melaporkan kasus ini ke DPP. Dan, keputusan pun diambil. Komarudin Watumbun, Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan, menyatakan bahwa DPP telah resmi memecat Wahyudin Moridu karena ucapannya telah melukai hati rakyat dan mencederai nama baik partai.
Komarudin juga menyampaikan bahwa komite etik dan disiplin telah mengeluarkan rekomendasi ke DPP. Karena itu, proses Pergantian Antar Waktu (PAW) akan segera dilakukan.
Lewat keputusan ini, PDIP mengingatkan seluruh kadernya agar senantiasa menjaga sikap, etika, kehormatan, dan wibawa partai maupun keluarga. Tidak ada toleransi bagi tindakan yang dianggap mencederai kepercayaan publik.
Refleksi Publik & Implikasi
Kontroversi ini memicu perdebatan di masyarakat: bagaimana seorang wakil rakyat bisa berbicara seperti itu? Beberapa pihak mempertanyakan klaim mabuk sebagai pembelaan atas pernyataan yang begitu serius. Ada yang mengatakan bahwa jabatan publik membawa tanggung jawab tinggi, termasuk dalam tutur kata, meski dalam kondisi pribadi yang kurang prima.
Sementara itu, pemecatan Wahyudin oleh PDIP menunjukkan bahwa partai menganggap isu ini sangat serius — bukan hanya masalah internal tetapi sudah menyentuh kepercayaan publik terhadap wakil rakyat dan partai secara keseluruhan.
Bagi masyarakat Gorontalo dan Indonesia pada umumnya, insiden ini menjadi pengingat bahwa transparansi, akuntabilitas, dan etika harus menjadi pondasi bagi siapa pun yang menduduki jabatan publik. Kesalahan tak hanya soal tindakan tetapi juga bagaimana merespons setelahnya.
Viralnya pernyataan “mau merampok uang negara” oleh Wahyudin Moridu membuka babak baru dalam pengawasan publik terhadap wakil rakyat. Klarifikasi yang melibatkan faktor alkohol, sanksi pemecatan oleh PDIP melalui Komarudin Watumbun, serta respons lembaga etik DPRD, semuanya memperlihatkan bahwa masyarakat menuntut lebih dari sekadar pernyataan maaf — mereka menuntut integritas. Kasus ini bukan hanya tentang satu orang, tapi tentang standar moral dan tanggung jawab yang seharusnya diemban oleh pejabat publik.(*)