BACAAJA, BATANG – Ngomongin masa depan anak muda tuh nggak bisa lepas dari dua hal: kerjaan dan lingkungan. Setidaknya itu yang jadi highlight saat anggota Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI mampir ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Industropolis Batang, Jawa Tengah, Senin (22/9/2025).
GM Totok Hedi Santosa, salah satu anggota BAM DPR RI, blak-blakan soal pentingnya pelatihan dari dunia industri. Menurutnya, jangan berharap pendidikan bisa langsung cetak tenaga kerja siap pakai.
“Kalau kita berharap pendidikan kita memberikan kontribusi langsung terhadap industri, itu pendidikan yang salah. Justru industriawan yang harus bertanggung jawab merekrut tenaga kerja dan memberikan pelatihan,” tegasnya.
Totok bilang, SMK dan sekolah kejuruan lain nggak perlu dibuat super teknis demi ngejar kebutuhan sempit industri tertentu. Tugas sekolah cukup ngasih bekal logika dan etika, sedangkan skill teknis ya biar industri yang ajarin.
“Siapa yang direkrut? Anak muda yang punya logik dan etik. Itu prasyarat utama,” katanya mantap.
Tapi bukan cuma urusan tenaga kerja, Totok juga wanti-wanti soal ekologi. Buat dia, jangan sampai semangat ngegas bikin kawasan industri maju malah bikin lingkungan jadi korban.
“Kita boleh punya industri yang maju, tapi tanpa space signifikan untuk ekologi, kita bakal hancur dengan segera,” ujarnya.
Meski senang KEK Batang punya visi jadi kota mandiri, Totok tetap kasih catatan serius: anak muda harus dipersiapkan dengan benar dan lingkungan harus tetap dijaga. “Itu tanggung jawab kita bersama,” tutupnya.
Bergeser ke koleganya, Harris Turino, yang juga anggota BAM DPR RI. Harris lebih fokus ke isu penyerapan tenaga kerja. Menurutnya, KEK Batang nggak cuma jadi kawasan industri, tapi punya peluang gede buat jadi kota mandiri. Bahkan, proyeksi tahun 2100 bisa dihuni setengah juta penduduk. Gede banget, kan?
“Sekarang aja sudah nyerap 14 ribu pekerja, nanti bisa tembus 58 ribu,” jelas Harris.
Tapi, ada PR. Mayoritas pekerja di kawasan padat karya kayak tekstil dan sepatu itu perempuan. “Laki-laki jadi nggak kebagian kesempatan,” ungkapnya. Hal ini juga kejadian di daerah lain: Tegal, Slawi, sampai Brebes.
Makanya, Harris dorong KEK Batang jangan cuma bergantung ke tekstil. Harus ada industri otomotif dan sektor lain biar lowongan kerja makin beragam dan adil, tanpa gender bias.
“Pasarnya Indonesia besar, jadi pekerja laki-laki juga harus dikasih kesempatan,” katanya.
FYI, menurut data BPS Februari 2025, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Jawa Tengah masih 4,33 persen dari total 21,87 juta angkatan kerja. Bahkan di Brebes, Cilacap, dan Tegal, angkanya jauh lebih tinggi.
Kunjungan BAM DPR RI kali ini ngusung tema “Serap Aspirasi Terkait Implementasi Penyerapan Tenaga Kerja Lokal dan Peluang Kerja di Kawasan Industri di Jawa Tengah.” Harapannya, pembangunan KEK Batang bisa jadi win-win solution: investor happy, masyarakat dapet kerjaan, dan lingkungan tetap aman.(*)