Bacaaja.coBacaaja.coBacaaja.co
  • Politrik
  • Hukum
  • Economics
  • Sport
    • Sepak Bola
  • Info Tetangga
  • Kepo
  • Rasan-Rasan
Reading: Kereta Petani–Pedagang: Jalan Tengah Membangun Ekonomi Desa dan Menekan Urbanisasi
Bacaaja.coBacaaja.co
Follow US
© 2025 Bacaaja.co
Kepo

Kereta Petani–Pedagang: Jalan Tengah Membangun Ekonomi Desa dan Menekan Urbanisasi

Oleh: Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Soegijapranata Catholic University (SCU) Semarang & Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat

baniabbasy
Last updated: Agustus 27, 2025 1:50 am
By baniabbasy
5 Min Read
Share
Foto illustrasi kereta petani pedagang di China yang bisa diduplikasi di Indonesia. Foto: dok/Djoko S.
Foto illustrasi kereta petani pedagang di China yang bisa diduplikasi di Indonesia. Foto: dok/Djoko S.
SHARE

GAGASAN PT Kereta Api Indonesia (KAI) meluncurkan Kereta Petani–Pedagang dari pusat produksi menuju pusat niaga merupakan bukti empati nyata terhadap pelaku ekonomi rakyat di pedesaan. Ini bukan sekadar layanan transportasi, melainkan instrumen penting pembangunan ekonomi desa yang berdampak langsung terhadap pengendalian urbanisasi.

Program awal yang akan melayani rute Rangkasbitung–Tanah Abang ini sebetulnya bukan hal baru. Sejak masa Hindia Belanda, moda kereta telah dimanfaatkan sebagai alat distribusi hasil bumi melalui kereta khusus pedagang atau pikoenlanwagen. Bahkan, semasa Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), layanan serupa seperti kereta pasar dan kereta campuran pernah dijalankan untuk mendukung pergerakan ekonomi lokal.

Sayangnya, sejak dilakukan penertiban terhadap penumpang dan barang di KRL Commuter Line, para petani dan pedagang mulai mengalami kesulitan mobilitas. Kegiatan mengangkut hasil bumi seperti pisang, cabe, ketela, hingga nasi bungkus yang selama ini menjadi bagian dari denyut ekonomi informal masyarakat desa terganggu. Saat ini, mereka masih memanfaatkan jadwal keberangkatan pertama KRL dari Rangkasbitung, namun dengan keterbatasan waktu muat dan ruang barang.

Padahal, kegiatan ekonomi yang mereka lakukan bukan hal remeh. Rata-rata pedagang mampu memperoleh omzet harian antara Rp250 ribu hingga Rp800 ribu, dengan keuntungan bersih minimal Rp100 ribu. Barang-barang mereka ditata rapi di peron jauh sebelum kereta datang. Semua proses ini telah berlangsung lebih dari dua dekade bagi sebagian besar pelakunya. Namun, minimnya fasilitas dan tidak adanya layanan transportasi yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka mencerminkan kurangnya perhatian terhadap kelompok masyarakat produktif ini.

Inspirasi bisa kita petik dari Tiongkok. Di sana, meskipun jaringan kereta cepat telah menjangkau hampir seluruh negeri, kereta lambat tetap dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan warga pedesaan. Petani dan pedagang masih bisa membawa hasil bumi mereka ke kota dengan tarif murah, karena negara menyadari pentingnya menjaga konektivitas desa–kota sebagai strategi pemerataan pembangunan.

Program Kereta Petani–Pedagang juga dapat menjadi solusi konkret untuk mengurangi arus urbanisasi. Dengan tersedianya moda transportasi yang mendukung aktivitas ekonomi, desa tidak lagi menjadi tempat tinggal yang ditinggalkan. Justru, desa akan menjadi pusat produksi yang terhubung langsung dengan pusat niaga tanpa harus menarik warganya ke kota.

Dibutuhkan Kolaborasi Nyata

Tentu, keberhasilan program ini tidak bisa hanya mengandalkan PT KAI. Diperlukan kolaborasi aktif antara Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub, Pemda Kabupaten Lebak, dan bahkan Pemprov DKI Jakarta untuk mendukung rantai distribusi dari first mile hingga last mile.

Direktorat Jenderal Perkeretaapian dapat mengusulkan skema subsidi melalui DIPA Kementerian Keuangan agar biaya operasional kereta ini tidak memberatkan petani dan pedagang. PT KAI bertanggung jawab menyediakan kereta khusus dan fasilitas pendukungnya, seperti peron muat khusus atau ruang barang. Sementara, Pemda Kabupaten Lebak dapat menghadirkan layanan angkutan umum gratis menuju stasiun, melalui insentif BBM harian kepada pengemudi angkutan desa.

Sebagai moda transportasi lanjutan dari stasiun ke pasar-pasar di Jakarta, Pemprov DKI Jakarta juga bisa menghidupkan kembali bus pasar yang sempat berjaya hingga akhir 1980-an. Langkah ini sekaligus mendukung integrasi transportasi multimoda. Bahkan, Kementerian Perhubungan melalui Ditjen Integrasi Transportasi dan Multimoda dapat merancang model integrasi yang menggabungkan kereta, angkutan desa, hingga transportasi dalam kota secara efisien.

Masukan dari lembaga seperti Komisi Perlindungan Anak dan Ibu (KPAI) juga dapat menjadi pertimbangan, mengingat banyak di antara pengguna kereta ini adalah perempuan yang membawa anak-anak, serta harus menginap di stasiun tanpa tempat berlindung yang layak. Sudah waktunya disediakan ruang tunggu aman, setidaknya beralas karpet dan terlindung dari cuaca.

Potensi Perluasan Layanan

Jika sukses di lintas Rangkasbitung–Tanah Abang, layanan Kereta Petani–Pedagang dapat diperluas ke lintasan lain yang memiliki aktivitas serupa. Jalur-jalur seperti Purwakarta–Kota, Rancaekek–Bandung, Sukabumi–Kota, hingga Wonogiri–Purwosari bisa menjadi sasaran berikutnya. Tidak harus selalu dalam bentuk kereta khusus. Kereta penumpang yang belum teraliri listrik bisa digandengkan gerbong tambahan untuk petani dan pedagang.

Momen ini harus dimanfaatkan sebagai lompatan besar membangun transportasi yang inklusif dan berkeadilan sosial. Kita tak bisa terus-menerus membangun sistem transportasi yang hanya melayani kelas menengah ke atas, atau mengutamakan mobilitas di kota besar semata. Petani dan pedagang juga adalah bagian penting dari rantai pasok nasional. Mereka butuh difasilitasi, bukan diabaikan.

Jika ingin desa tetap hidup dan produktif, maka kota harus membuka akses lebih mudah kepada desa. Kereta adalah jawabannya. Ia mampu membawa hasil bumi tanpa menimbulkan kemacetan. Ia mampu mengangkut banyak dalam satu waktu tanpa polusi berlebih. Dan yang terpenting, ia mampu menjembatani kesenjangan antara dua dunia yang selama ini sering terputus: desa sebagai penghasil dan kota sebagai konsumen.

Kereta Petani–Pedagang bukan hanya tentang transportasi. Ini adalah tentang keberpihakan. Dan keberpihakan adalah inti dari keadilan sosial dalam pembangunan.(*)

You Might Also Like

Tujuh Fraksi Kompak Tunjangan DPR Dievaluasi

Sri Mulyani: Pajak Itu Kayak Zakat, Guru Itu Beban? Publik: Lah, Serius Bu?

Ada Ceceran Sperma di Kasur, Hasil Olah TKP Habaib Predator Seks di Jepara

Tampil Fashionable Saat Piknik, 10 Ide Outfit Hijaber yang Nyaman dan Trendi

Begini Perkembangan Kasus Eks Kapolres Ngada Terkait Kekerasan Seksual Anak 

TAGGED:djoko setijowarnoheadlineKereta Api Petani Pedaganglayanan kereta api pedagangLayanan Kereta Api petani
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp
Previous Article Aspidsus Kejati Jateng, Lukas Alexander menjelaskan penyidikan kasus korupsi pengadaan biji kakao yang melibatkan dosen UGM. Foto: bae Kejati Jateng Gaspol Lacak Aset Korupsi Kakao yang Libatkan Dosen UGM
Next Article Jateng Siap Bagikan 1.000 Sambungan Listrik Gratis Buat Warga Miskin

Ikuti Kami

FacebookLike
InstagramFollow
TiktokFollow

Must Read

Tetap Optimis Meski Situasi Negeri Nggak Baik-Baik Aja, Begini Triknya

Gampang Banget! Rahasia Kulit Lumpia Lentur Anti Robek, Cuma Butuh 4 Bahan

Wajib Waspada! Bedain Batuk Biasa dengan Gejala Awal Kanker Paru Biar Nggak Kecolongan

7 Parfum Refill Pria Favorit Cewek, Wangi Bikin PDKT Auto Lancar

Iko Juliant Junior, mahasiswa FH Unnes, meninggal dalam kondisi tak wajar.

Kalau Benar Iko Unnes Korban Laka, Murni Kecelakaan atau karena Dikejar Polisi?

- Advertisement -
Ad image

You Might Also Like

Ilustrasi hakim sidang di pengadilan.
Kepo

Kapolda Mangkir, Sidang Gugatan Praperadilan Warga Lereng Merapi Ditunda

Mei 7, 2025
Kepo

Rp25 Juta Begini Penampakan Yamaha Mio 155,Tampil Gambot, Fitur Komplet, Siap Lawan Honda

Juni 24, 2025
Pengurus Kopdes Merah Putih Pekopen menjalankan usaha koperasi dengan menjual saruy-sayuran segar, Kamis (1072025). (humas pemprov)
Kepo

Luthfi Klaim Koperasi Merah Putih di Jateng Mampu Serap 68.000 Tenaga Kerja, Bagaimana Perhitungannya?

Juli 12, 2025
Alun-alun Pancasila Kota Salatiga.
Kepo

Salatiga Rangking Pertama Kota Tertoleran di Indonesia Versi SETARA Institute

Mei 30, 2025
© Bacaaja.co 2025
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?