PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya resmi menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2025. Salah satu poin panasnya? Pemerintah bakal menaikkan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya buat guru, dosen, tenaga kesehatan, penyuluh, TNI/Polri, dan pejabat negara.
Kebijakan ini muncul di bagian lampiran Perpres sebagai salah satu dari 8 Program Hasil Terbaik Cepat, tepatnya di nomor 6. Gaji naik, kesejahteraan naik, katanya. Tapi… efisien gak sih? Atau ini cuma main aman di awal pemerintahan?
Kalau dilihat dari sisi niat, tentu mulia. Siapa sih yang gak mau lihat guru dan nakes hidup lebih layak? Tapi dari kacamata redaksi Bacaaja.co, kita juga harus tanya: apakah ini langkah strategis atau sekadar langkah populis?
Main Aman atau Strategis?
Naikin gaji ASN jelas bikin masyarakat, terutama mereka yang kerja di sektor pelayanan publik, merasa diperhatikan. Terutama kalau kita ngomongin guru dan tenaga kesehatan yang jadi tulang punggung layanan dasar negara. TNI/Polri juga jadi pilar stabilitas. Di sisi itu, wajar banget kalau mereka diprioritaskan.
Tapi di saat yang sama, ini juga bikin belanja pegawai negara makin gendut. Masalahnya, dari dulu kita tahu belanja rutin kita sering over, sementara anggaran buat riset, inovasi, atau infrastruktur bisa ketinggalan. Kalau gak dibarengi reformasi sistem ASN yang nyata, bisa-bisa ini cuma jadi beban fiskal yang makin besar.
Apalagi, sistem total reward berbasis kinerja yang disebut-sebut di Perpres juga masih jauh dari kata matang. Indeks Sistem Merit baru 67 persen, dan manajemen kinerja ASN baru 61 persen. Artinya? Masih banyak yang kerja seadanya, tapi gaji tetap naik. Gaji naik, tapi kualitas gak naik. Nah lho.
Efisiensi? Bisa Jadi, Tapi Ada Syarat
Sebenarnya, langkah ini bisa dibilang efisien kalau… dan hanya kalau… dijalankan bareng reformasi serius. Misalnya, ASN yang berkinerja rendah gak otomatis dapat kenaikan. Sistem penggajian harus berbasis data, bukan asal rata.
Kalau bisa efisien, dampaknya bagus banget:
- ASN lebih termotivasi kerja beneran.
- Pelayanan publik makin cepat dan berkualitas.
- Pengeluaran negara jadi lebih tepat sasaran.
Tapi kalau enggak, ya sayang aja. Uang rakyat habis buat gaji, tapi layanan publik tetap lambat, birokrasi tetap ribet, dan kualitas hidup rakyat biasa gak naik-naik.
Rakyat gak anti kenaikan gaji ASN, apalagi buat guru dan nakes yang memang pejuang garda depan. Tapi, jangan jadikan ini sekadar “kado politik” di awal masa jabatan. Karena pada akhirnya, efisiensi bukan soal irit, tapi soal mendapatkan hasil terbaik dari setiap rupiah yang keluar. Presiden Prabowo masih punya waktu membuktikan bahwa ini bukan sekadar populisme, tapi benar-benar reformasi.(*)