PATI lagi panas. Panasnya bukan cuma cuaca di Jalan Panglima Sudirman pas siang bolong, tapi juga suasana politik setelah demo 13 Agustus 2025 yang berubah dari ribut PBB 250% jadi misi “Turunkan Sudewo”.
Dari dilempari botol air mineral, digeruduk massa, sampai DPRD bikin Pansus Hak Angket, sekarang kita masuk fase khasak-khusuk. Semua orang mulai bisik-bisik: Sudewo bakal mundur, dimakzulkan, atau… endingnya di-OTT KPK? Yuk, kita bahas tiga skenario ini biar kayak nonton drama series lokal tapi plotnya level nasional.
Skenario 1: Mundur dengan Gentel
Versi ini paling adem, paling damai, dan paling gampang bikin headline “Sudewo Akhiri Jabatan dengan Terhormat”. Dalam cerita ini, Sudewo muncul di konferensi pers, senyum tipis, dan bilang, “Saya mundur demi menjaga kondusifitas Pati.”
Netizen mungkin bakal terbelah—ada yang bilang beliau negarawan sejati, ada juga yang nyinyir, “Lha, baru sekarang sadar?” Tapi minimal, sejarah akan mencatat beliau memilih keluar panggung sendiri sebelum lampu dipadamkan orang lain. Politik tetap ribut, tapi nggak sampai berantakan. Sayangnya… ini politik Indonesia, bro. Mundur dengan gentel itu kayak berharap durian jatuh tapi nggak bau—langka.
Skenario 2: Dimakzulkan DPRD lewat Hak Angket
Nah, ini skenario yang lagi disiapkan DPRD. Semua fraksi udah sepakat bikin Pansus, dan kalau semua bukti plus tekanan publik mengarah, bisa jadi sidang paripurna berakhir dengan “Selamat tinggal, Pak Bupati.” Ending ini bakal bikin DPRD terlihat gagah, seperti pahlawan rakyat yang “berani” melawan eksekutif.
Tapi ya, politik itu penuh negosiasi di belakang layar—dari tawar-menawar proyek, kursi jabatan, sampai siapa yang dapat panggung lebih gede di Pilkada nanti. Kalau bener dimakzulkan, Pati bakal punya Pj Bupati, dan semua orang akan bertanya: drama selesai atau malah babak baru dimulai?
Skenario 3: Ditangkap KPK
Ini plot yang paling dramatis dan penuh shock value. Gosipnya, ada dugaan Sudewo ikut terseret kasus korupsi proyek pembangunan rel kereta Kemenhub. Kalau KPK beneran turun tangan dan OTT di Pati, bisa-bisa berita ini langsung masuk trending nasional.
Bayangin headline: “Bupati Pati Diborgol, Warga Nobar di Warung Kopi”. Ending ini akan bikin semua drama politik sebelumnya terlihat kayak trailer doang. Tapi ada efek domino: jaringan politik yang terlibat bakal ikut terseret, DPRD bisa jadi kena imbas, dan rakyat akan dapat tontonan politik kelas berat, sayangnya sambil nyadar bahwa duit rakyat lagi-lagi jadi korban.
KPK Duga Sudewo Terlibat Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan keterlibatan Bupati Pati, Sudewo, dalam kasus korupsi proyek pembangunan jalur kereta api pada Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan. Juru Bicara KPK, Budi Prastyo, menyatakan Sudewo diduga menerima aliran commitment fee dari proyek tersebut.
“Ya benar. Saudara SDW merupakan salah satu pihak yang diduga menerima aliran commitment fee terkait proyek pembangunan jalur kereta yang kemarin kita sampaikan terkait update penahanan salah satu tersangkanya, yaitu saudara R,” ujar Budi Prastyo di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (13/8/2025).
Kasus ini merupakan pengembangan penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi yang sebelumnya menjerat sejumlah pejabat Kemenhub dan pihak swasta. KPK menyatakan akan segera memanggil pihak-pihak terkait, termasuk Sudewo, untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
Khasak-Khusuk di Balik Layar
Di tengah tiga kemungkinan ini, suasana Pati kayak pasar Pragolo hari Minggu—ramai, riuh, penuh obrolan. Di warung kopi, ada yang yakin Sudewo bakal mundur sebelum DPRD ketok palu. Di kantor DPRD, ada yang sibuk hitung suara dan dukungan. Di grup WhatsApp pejabat, isinya foto tangkapan layar berita KPK. Semua orang main tebak-tebakan, tapi semua juga siap ambil posisi aman kalau situasinya berubah.
Yang bikin lucu (atau miris) adalah, rakyat yang kemarin panas-panasan demo sekarang cuma bisa nunggu. Kalau skenario satu kejadian, mungkin lega, tapi masih penasaran: “Ntar penggantinya lebih baik nggak?” Kalau skenario dua kejadian, banyak yang tepuk tangan, tapi politik tetap jadi permainan elite. Kalau skenario tiga kejadian, semua akan bilang, “Wes tak kira kok,” sambil nyeruput kopi pahit.
Pada akhirnya, apapun skenarionya, rakyat cuma pengen satu: pemimpin yang nggak main-mainin kepercayaan publik. Pati butuh bupati yang nggak bikin rakyat kaget tiap pagi baca berita. Mau keluar panggung santuy, dipaksa turun, atau dibawa KPK, sejarah tetap akan menulis nama Sudewo—tinggal pilih mau dikenang sebagai apa. Dan itu, bro, bukan soal khasak-khusuk lagi, tapi soal keberanian ambil keputusan sebelum keputusan diambil orang lain.(*)