Bacaaja.coBacaaja.coBacaaja.co
  • Info
    • Politik
      • Daerah
      • Nasional
    • Ekonomi
      • Sirkular
    • Hukum
    • Pendidikan
    • Olahraga
      • Sepak Bola
  • Unik
    • Kerjo Aneh-aneh
    • Tips
    • Viral
  • Opini
  • Tumbuh
Reading: Penjarahan Rumah Pejabat: Simbol Amarah di Tengah Krisis Kepercayaan
Bacaaja.coBacaaja.co
Follow US
  • Info
  • Unik
  • Opini
  • Tumbuh
© 2025 Bacaaja.co
Unik

Penjarahan Rumah Pejabat: Simbol Amarah di Tengah Krisis Kepercayaan

Dalam beberapa hari terakhir, publik dikejutkan oleh gelombang penjarahan rumah sejumlah pejabat negara. Tidak hanya rumah anggota DPR RI seperti Eko Patrio dan Ahmad Sahroni yang menjadi sasaran, bahkan kediaman Menteri Keuangan Sri Mulyani di Bintaro, Jakarta ikut dijarah massa pada dini hari, Minggu (31/8).

T. Budianto
Last updated: Agustus 31, 2025 1:58 pm
By T. Budianto
4 Min Read
Share
RUMAH SAHRONI: Ratusan warga menggeruduk rumah anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi NasDem, Ahmad Sahroni, di Jalan Swasembada Timur XXII Nomor 52 RT 006/004, Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu (30/8) sore. (Foto: Ist)
SHARE

FENOMENA ini jelas bukan sekadar tindak kriminal biasa. Ada pesan simbolik yang terkandung di balik aksi tersebut: amarah terhadap kekuasaan yang dianggap gagal merespons keresahan rakyat. Mengutip pernyataan Mahfud MD dalam kanal YouTube pribadinya.

Rumah pejabat bukan sekadar bangunan, melainkan simbol elitisme politik dan ekonomi. Ketika rakyat dilanda tekanan biaya hidup, beban pajak, hingga isu tunjangan wakil rakyat yang dinilai tak peka, maka simbol inilah yang menjadi target pelampiasan.

Dalam situasi normal, jarang ada orang berani menyentuh rumah pejabat. Namun dalam kondisi kerusuhan, legitimasi runtuh, dan aparat kewalahan, simbol itu berubah jadi sasaran empuk.

Lalu, mengapa meledak sekarang ? Ada beberapa faktor yang menjelaskan kenapa aksi penjarahan bisa marak dan berulang dalam hitungan jam. Pertama, tekanan ekonomi dan kebijakan kontroversial. Kenaikan harga kebutuhan pokok, ancaman PHK, hingga isu pungutan dan fasilitas pejabat jadi bahan bakar sosial. Rasa ketidakadilan menumpuk, lalu meledak saat ada momen pemicu.

Kedua, tragedi kemanusiaan yang jadi titik balik. Kematian Affan Kurniawan saat penanganan demonstrasi di Jakarta pada 28 Agustus menjadi semacam “spark” yang menyalakan api besar. Rasa marah yang tadinya tersebar menjadi energi kolektif, di mana aksi anarkis dianggap sah sebagai bentuk perlawanan.

Ketiga, vakum pengamanan di jam rawan. Penjarahan kerap terjadi dini hari, ketika aparat lelah menjaga banyak titik. Rumah Sri Mulyani misalnya, didatangi massa dua kali, sekitar pukul 01.00 dan 03.00. Ini menunjukkan lemahnya antisipasi berulang di titik yang sama.

Keempat, efek domino media sosial. Video real-time penjarahan, dari televisi hingga ring basket yang diangkut menjadi pemicu aksi serupa di lokasi lain. Viralisasi membuat orang merasa “ramai-ramai”, sehingga hambatan psikologis menjarah jadi hilang.

Kelima, target simbolik. Barang yang diambil bukan sekadar untuk nilai ekonominya, melainkan efek memalukan: bahwa rumah pejabat, simbol status, bisa “dikuasai” massa.

Fenomena ini memperlihatkan bahwa yang runtuh bukan hanya kaca jendela, tetapi juga kontrak sosial antara rakyat dan penguasa. Ketika kepercayaan publik terkikis, rasa takut pada hukum pun melemah. Orang merasa bahwa tindakan beramai-ramai akan mengaburkan risiko hukum. Inilah yang membuat aksi penjarahan sulit dikendalikan hanya dengan pendekatan represif.

Harus Tegas

Apa yang harus dilakukan oleh negara dalam hal ini instansi yang berwenang? Pertama, penegakan hukum yang tegas tapi terukur. Pelaku penjarahan perlu ditangkap dengan bukti kuat, tapi tanpa sweeping brutal yang bisa memperbesar kemarahan. Transparansi proses sangat penting, terutama setelah publik marah akibat kematian demonstran.

Kedua, penguatan keamanan di titik rawan. Rumah pejabat dan fasilitas vital harus dipetakan dan dijaga, terutama pada jam kritis malam hingga dini hari. Ketiga, perbaikan komunikasi publik. Pernyataan pejabat yang terkesan meremehkan penderitaan rakyat justru jadi bensin sosial. Pemerintah perlu bicara dengan empati, menjelaskan langkah korektif kebijakan secara terbuka.

Keempat, akuntabilitas nyata. Kasus kekerasan aparat harus diproses secara transparan. Tanpa itu, sulit berharap kepercayaan publik kembali. Kelima, penyangga sosial-ekonomi. Bantuan pangan, relaksasi pungutan, atau kebijakan yang langsung meringankan beban rakyat bisa jadi rem darurat di tengah situasi panas.

Menjustifikasi penjarahan jelas keliru. Ia merugikan warga sekitar, memperdalam krisis, dan memicu siklus kekerasan baru. Namun menutup mata terhadap akar masalahnya juga keliru. Di balik barang-barang yang diangkut dari rumah pejabat, ada rasa frustasi, ada simbol amarah, dan ada krisis kepercayaan yang makin dalam.

Jawaban terhadap situasi ini bukan semata menambah tameng dan gas air mata, melainkan kombinasi: akuntabilitas, koreksi kebijakan, dan pengamanan cerdas. Tanpa itu, setiap malam panjang akan selalu menyediakan panggung bagi satu video baru yang menormalisasi anarki dan itu adalah harga mahal bagi bangsa ini. (*)

You Might Also Like

Agustina Janjikan Rp40 Juta untuk Bangun Ulang Rumah Korban Kebakaran Tewaskan 5 Orang

JPPI: Anggaran Pendidikan Dipotong Demi MBG, “Pengkhianatan Konstitusi”

Gagal ke Piala Asia U-23, Timnas Indonesia U-23 Takluk 0-1 dari Korea Selatan di Sidoarjo

Spotlights on the Pioneers Pushing the Boundaries of AI

Pembangunan Pelabuhan dan Kawasan Industri Menambah Tumpukan Masalah di Pesisir

TAGGED:affan kurniawanheadlinepolri
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp
Previous Article Gedung DPRD Makassar luluh lantak dilalap si jago merah. Gedung DPRD Makassar dibakar massa saat aksi demonstrasi pada Jumat (29/8/2025) malam. Tunjangan Sultan, Rakyat Kelimpungan: Saat Elit Politik Lupa Caranya Turun ke Bumi
Next Article Demo Panas? Begini Cara Tetap Cool Tanpa Meledak Emosi

Ikuti Kami

FacebookLike
InstagramFollow
TiktokFollow

Must Read

Korupsi, Tiga Doktor UGM Bakal Diadili di Semarang

Bedah buku di Pesantren Bumi Cendekia, Sleman, DIY, dalam rangaka mengenang sosok KH Imam Aziz.

100 Hari Wafatnya KH Imam Aziz: Mengenang Sosok Kiai Rakyat

Ilustrasi siswa SMK.

Nunggak SPP, Siswa SMK Beprestasi di Purworejo Dipaksa Mundur

Warga Semarang Patungan Kebaikan, PMI Kantongi Rp3,2 Miliar!

PWI Jateng Ganti Nahkoda, Tanpa Ribut-Ribut

- Advertisement -
Ad image

You Might Also Like

Unik

Tech Unboxed: Unveiling the Most Exciting Gadgets of the Year

April 3, 2023
Unik

Trik Jitu Pilih Jeans Biar Terlihat Lebih Tinggi & Stylish

Agustus 20, 2025
Unik

Ketika Reputasi Dipertaruhkan: Ma’ruf Cahyono dari “Pejabat Pemikir” ke Tersangka Gratifikasi

Juli 3, 2025
Gubernur Jateng Ahmad Luthfi saat mendiskusikan persoalan sumur minyak tua di Jateng bersama SKK Migas Jabanusa, Kamis (11/9/2025). Di Jawa Tengah terdapat sekitar 5.300 sumur minyak tua siap dioptimalkan menjadi “ATM energi” sesuai Permen ESDM No. 14/2025. Pemerintah dan SKK Migas mendorong pengelolaan sumur oleh BUMD, KUD, atau UMKM dengan teknologi tepat guna, demi meningkatkan PAD dan swasembada energi secara aman.. Foto: dok/humas
DaerahEkonomi

5.300 Sumur Minyak di Jateng Siap Balik Jadi ATM Energi

September 11, 2025
  • Kode Etik Jurnalis
  • Redaksi
  • Syarat Penggunaan (Term of Use)
  • Tentang Kami
  • Kaidah Mengirim Esai dan Opini
Reading: Penjarahan Rumah Pejabat: Simbol Amarah di Tengah Krisis Kepercayaan
© Bacaaja.co 2025
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?