BACAAJA, YOGYAKARTA – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang seharusnya menjadi solusi untuk meningkatkan gizi anak-anak, justru tercoreng dengan maraknya kasus keracunan massal di berbagai daerah. Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai salah satu institusi pendidikan terkemuka di Indonesia, turut memberikan perhatian serius terhadap permasalahan ini. Lalu, apa kata ahli UGM mengenai fenomena ini?
Menurut Dr. dr. Citra Indriani, MPH, selaku Direktur Pusat Kedokteran Tropis (PKT) UGM, kejadian luar biasa (KLB) keracunan massal dalam program MBG ini menunjukkan adanya masalah mendasar dalam pengelolaan keamanan pangan.
“Pengelolaan makanan dalam skala besar seperti ini memiliki kerentanan tinggi terhadap risiko keracunan,” ujarnya. Setiap celah dalam proses, mulai dari pemilihan bahan baku, pengolahan, penyimpanan, hingga distribusi, dapat menjadi sumber masalah jika tidak dikelola dengan baik.
Lebih lanjut, dr. Citra menjelaskan bahwa skala produksi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dalam program MBG ini setara atau bahkan melebihi katering industri. Oleh karena itu, idealnya SPPG harus mengikuti standar Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) yang ketat.
Namun, hasil kajian investigasi UGM menunjukkan adanya kesenjangan dalam penerapan kaidah HACCP, minimnya pengawasan, serta terbatasnya pengetahuan pelaksana di lapangan.
“Temuan kami menunjukkan bahwa durasi antara proses memasak, pengemasan, hingga konsumsi seringkali melebihi empat jam. Selain itu, manajemen penyimpanan juga belum memadai.
Beberapa menu bahkan kurang matang karena harus diproduksi dalam jumlah besar, dan di sejumlah sekolah terjadi pengemasan ulang tanpa pemanasan. Kondisi-kondisi ini memperbesar risiko terjadinya keracunan massal,” jelas dr. Citra.
Untuk mengatasi permasalahan ini, PKT UGM merekomendasikan sejumlah langkah perbaikan, antara lain:
- Standarisasi fasilitas dan kapasitas SPPG.
- Asesmen awal untuk menilai kelayakan produksi massal.
- Penerapan SOP berbasis HACCP mulai dari bahan baku hingga konsumsi siswa.
- Pelatihan keamanan pangan dan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) bagi seluruh staf SPPG.
- Pengawasan yang ketat dan koordinasi lintas sektor.
“Kolaborasi berbagai pihak mutlak diperlukan agar anak-anak benar-benar mendapat manfaat program tanpa terpapar risiko keracunan pangan,” tegas dr. Citra. Dengan perbaikan yang komprehensif dan pengawasan yang ketat, diharapkan program MBG dapat berjalan dengan aman dan efektif, serta memberikan kontribusi positif bagi kesehatan dan gizi anak-anak Indonesia. (*)