BACAAJA, JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), akan memanggul perwakilan TikTok dan Meta, buntut aksi demonstrasi menolak tunjangan DPR pada Senin (25/8/2025) kemarin.
Kata Wakil Menteri Komdigi Angga Raka Prabowo, pemanggilan TikTok dan Meta untuk membahas banyaknya konten berisi disinformasi, fitnah dan kebencian (DFK) yang bertebaran di media sosial.
Kamu pasti tahu, TikTok dan Meta selama ini menjadi media untuk memuntahkan uneg-uneg masyarakat, terkait keresahan yang mereka rasakan.
“Saya sudah hubungi Head TikTok Asia Pasifik, Helena, saya minta mereka ke Jakarta. Kita juga sudah komunikasi dengan TikTok Indonesia. Dengan Meta Indonesia juga kami sudah komunikasi. Yang belum adalah karena platform X tidak ada kantor,” ucapnya.
Menurut Angga sih, harusnya TikTok dan Meta punya menyeleksi konten-konten yang mengandung DFK. Selanjutnya, konten-konten itu ditakedown oleh platform yang bersangkutan.
“Harusnya dengan sistem mereka [platform digital], mereka juga sudah bisa lihat, oh ini by AI, oh ini enggak benar, oh ini palsu. Harusnya sudah bisa langsung by sistem mereka sudah langsung di-take down,” ucap, Rabu (27/8/2025).
Kata Angga, penurunan paksa konten tersebut tidak dilakukan dengan konotasi negatif. Angga mengeklaim tidak akan menghalangi kebebasan berekspresi.
Politikus Gerindra itu mempersilakan masyarakat menggelar unjuk rasa, asalkan sesuai koridor hukum.
“Dibilangnya, tadi misalnya ada bakar di sini, ternyata real-nya tidak ada kan. Itu kadang-kadang mungkin gerakan yang di tahun kapan, dibikin, terus dinarasikan,” sambung dia.
Angga menekankan bahwa negara hadir untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk ruang digital.
Namun, coba kamu bayangkan, jika pemerintah memberlakukan secara ketat konten-konten apa yang bisa ditampilkan?
Ke depan, bisa jadi kamu gak akan lagi bisa mengunggah konten, jika itu dirasa tak sesuai dengan kemauan pemerintah.
Pemerintah kan yang punya aturan dan standar, ‘oh, ini lho kontennya gak benar’. Muaranya, semua konten kamu yang bisa nongol di medsos adalah yang sesuai standar pemerintah.
Jika diterus-teruskan, bisa jadi kebebasan berekspresimu akan dibatasi, bahkan diamputasi. Kamu gak bisa cuap-cuap lagi kritik pemerintah melalui medsos, misalnya.
Duuuh.. ngeri kan! (*)