NARAKTIA, SEMARANG – Sebagian wilayah di Indonesia saat ini mengalami musim ‘mbediding‘, di mana suhu yang cukup dingin.
Fenomena alam mbediding biasanya menandakan musik kemarau segera berada di puncaknya.
Pada sebagian wilayah dengan suhu dingin ekstrem bahkan memunculkan fenomena alam lainnya: embun es atau embun upas.
Ya, embun membeku menjadi kristal-kristal es. Biasanya terjadi di dataran tinggi.
Di Jawa, mbediding memunculkan embus es di dataran tinggi Dieng hingga kawasan Bromo.
Lapisan es tipis menyerupai salju yang membekukan lahan pertanian dan permukaan tanah.
Meski fenomena mbediding dan embun upas ini bukan hal baru, setiap kemunculannya tetap memukau dan sekaligus mengkhawatirkan.
Selain mengundang rasa takjub karena lanskap yang seolah berubah menjadi negeri bersalju, embun upas juga berdampak nyata pada aktivitas warga.
Berlangsung sampai kapan?
Dataran tinggi Bromo membeku, suhu 3 derajat Celsius. Pemilik layanan Ojek Gunung Bromo Semeru, Reza, mengungkapkan bahwa suhu dingin ekstrem mulai melanda kawasan Bromo dalam tiga hari terakhir.
Tepatnya sejak Rabu (9/7/2025), beberapa wilayah bromo diselimuti embun upas.
Menurutnya, fenomena seperti ini terjadi hampir setiap tahun, terutama saat mendekati puncak musim kemarau pada bulan Juli hingga Agustus.
“Sudah tiga hari terakhir ini terasa sangat dingin. Ini biasa terjadi tiap tahun menjelang Juli-Agustus,” ujar Reza, Jumat (11/7/2025).
Meski fenomena ini menjadi salah satu daya tarik wisatawan, kemunculan embun upas juga menandai suhu dingin yang ekstrem menusuk tulang.
Hal serupa juga terjadi di dataran Dieng. Wilayah ini juga menjadi langganan tahunan suhu ekstrem ketika musim kemarau.
Fenomena embun es atau embun upas kembali muncul di kawasan dataran tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, pada Kamis (10/7/2025), menyusul penurunan suhu udara secara ekstrem hingga menyentuh 0 derajat celsius pada dini hari.
Berdasarkan pemantauan melalui aplikasi Cuaca Dieng, suhu terendah tercatat pada pukul 06.00 hingga 06.30 WIB.
Hasil tersebut juga dikonfirmasi melalui pengukuran manual menggunakan termometer oleh warga setempat.
“Embun es cukup tebal muncul di lapangan Pandawa. Selain itu, juga tampak membeku di permukaan tanah dan dedaunan kering,” ungkap Aryadi Darwanto, pegiat wisata Dieng sekaligus pengembang aplikasi pemantau, Kamis (10/7/2025).
Sementara itu, Kepala UPT Dieng Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banjarnegara, Sri Utami, membenarkan kemunculan embun es pagi itu, meski baru terlihat di sejumlah titik terbatas.
“Iya, ada embun es, tapi belum merata. Masih tipis dan hanya terlihat di sekitar area lapangan Candi Setyaki,” ujarnya.
Sri menambahkan, kemunculan embun upas biasanya semakin sering dan intens menjelang puncak musim kemarau yang diperkirakan terjadi antara bulan Juli hingga Agustus.
Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika fenomena embun upas pada malam dan pagi musim kemarau, memang bukan hal baru bagi daerah pegunungan dan dataran tinggi Indonesia seperti Dieng, Jawa Tengah, serta kawasan di Jawa, Bali, NTB, dan NTT.
Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, Dr. Ida Pramuwardani mengatakan, pada 10 Juli 2025 suhu minimum di sejumlah wilayah mencatat angka cukup rendah, mencerminkan puncak musim kemarau.
Data dari stasiun-stasiun BMKG menunjukkan suhu terendah di Stasiun Meteorologi Frans Sales Lega, NTT, dengan pembacaan 14,4 derajat Celsius.
Sementara itu, stasiun lain seperti Pasuruan mencatat 14,5 derajat Celsius, Silangit 15,0 derajat Celsius, dan Enarotali 16,0 derajat Celsius.
Beberapa daerah dataran tinggi lainnya termasuk Wamena dan Citeko melaporkan suhu di bawah 19 derajat Celsius.
Daerah seperti Nganjuk, Banjarnegara, dan Bandung mencatat suhu minimum antara 18,2–18,8 derajat Celsius.
Di wilayah rendah atau pesisir, suhu cenderung lebih hangat, dengan Toraja pada 19,4 derajat Celsius, Sumbawa 20,1 derajat Celsius, dan wilayah seperti Palangkaraya serta Semarang di atas 22 derajat Celsius.
“Suhu dingin ekstrem ini diprediksi akan terus berlangsung hingga musim kemarau mencapai puncaknya pada Agustus hingga awal September.
“Setelah itu, suhu diperkirakan akan kembali naik seiring datangnya masa transisi menuju musim hujan,” ujarnya saat dikonfirmasi Kompas.com secara terpisah, Jumat (11/7/2025). (*)