BACAAJA, BANDUNG – Kasus keracunan massal dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus jadi sorotan. Dari Bandung Barat hingga sejumlah daerah lain, banyak siswa tumbang usai menyantap menu yang seharusnya sehat. Pertanyaannya, benarkah sudah ada solusi nyata untuk mengatasi masalah ini?
Data Mengejutkan: Ribuan Dapur Belum Punya Sertifikat
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) M Qodari mengungkap data mengejutkan. Dari total 8.583 dapur MBG yang beroperasi hingga 22 September 2025, hanya 34 dapur yang punya Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS). Artinya, lebih dari 8.500 dapur lainnya belum lolos standar higienis.
“Kalau mau mengatasi masalah ini, SOP Keamanan Pangan harus ada dan dijalankan. Sertifikasi SLHS jadi bukti tertulis bahwa dapur memenuhi standar baku mutu,” jelas Qodari, Kamis (25/9/2025).
Tegas: Dapur Nakal Langsung Ditutup
Badan Gizi Nasional (BGN) pun tak tinggal diam. Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, menegaskan dapur yang terbukti melanggar SOP langsung ditutup. Kepala dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang lalai juga diberhentikan.
“Satu nyawa pun sangat berharga. Kalau ada dapur yang ceroboh, kita tutup. Kita sudah kerja sama dengan kepolisian, BIN, BPOM, dan dinas kesehatan untuk investigasi,” ujar Nanik di Cibubur, Jawa Barat.
Masalah Utama: Minim Tenaga Ahli Masak Massal
Ahli gizi dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi), Atik Nirwanawati, menilai salah satu masalah terbesar adalah minimnya tenaga ahli di dapur MBG.
“Masak dalam jumlah banyak itu tidak gampang. Nasi bisa masih mentah atau malah lembek. Lauk protein cepat sekali tercemar kalau tak dikelola dengan benar,” katanya.
Menurut Atik, selain bahan yang bagus, proses penyajian hingga sanitasi ruangan sangat menentukan apakah makanan aman dikonsumsi atau malah berpotensi bikin keracunan.
Solusi yang Disiapkan: Wajib Sertifikasi Chef
Untuk menekan angka keracunan, BGN berencana mewajibkan semua koki di dapur MBG memiliki sertifikat resmi. Sertifikat ini bisa diperoleh dari asosiasi koki atau lembaga pangan setelah melalui pelatihan khusus selama beberapa bulan.
“Kalau nggak punya sertifikat, ya nggak boleh masuk dapur MBG,” tegas Nanik.
Suara DPR: Stop Tambah Dapur Baru
Wakil Ketua Komisi IX DPR, Charles Honoris, menyoroti lemahnya standar keamanan dapur MBG. Menurutnya, pemerintah sebaiknya tidak menambah dapur baru sampai masalah sertifikasi higienis tuntas.
“Fokus pada kualitas, bukan sekadar kuantitas. Jangan hanya kejar target jumlah dapur, tapi abaikan keamanan pangan,” kata Charles.
Tantangan Besar: Jaga Kualitas, Bukan Sekadar Angka
Kasus keracunan MBG jadi tamparan keras bahwa kualitas harus diutamakan. Dapur yang tidak memenuhi standar kebersihan sebaiknya segera diperbaiki atau ditutup.
Program MBG seharusnya membawa manfaat kesehatan bagi siswa, bukan sebaliknya menjadi ancaman. Semua pihak, mulai dari pemerintah, DPR, BGN, hingga pengelola dapur harus bergerak cepat. (*)