BACAAJA, SEMARANG – Bro, sis, warga +62, kalian prepare mental ya, menghadapi kenyataan pahit ini: mulai 30 September 2025, harga bensin RON 95 di Malaysia turun jadi RM 1,99 alias Rp 7.840/liter.
Gila! Lebih murah dari Pertalite di Indonesia dengan RON 92 yang dihargai Rp 10.000/liter.
Sementara, di Indonesia, BBM dengan kualitas RON 95 milik Pertamina, yakni Pertamax Green dijual Rp 13.000/liter.
Sedangkan, BBM jenis Pertamax dengan RON 94 dijual dengan harga Rp 12.200/liter.
Selisih harga per liternya lumayan ya, bisa buat beli cilok dan es teh sekaligus.
PM Malaysia Anwar Ibrahim (yang juga merangkap Menteri Keuangan) ngumumin kalau harga bensin RON 95 bakal turun jadi RM 1,99 alias Rp 7.840/liter mulai 30 September 2025, dari harga saat ini RM 2,05 (± Rp 8.073).
Waduh, sebelum diturunkan pun harganya sudah lebih murah dari Pertamax di sini, yang kualitasnya lebih rendah dari BBM di Malaysia.
Sementara, harga BBM Ron 95 di Malaysia untuk orang asing (harga tanpa subsisi) RM 2,60 (Rp 10.245) per liter. Bagaimana? Tetap lebih mahal di sini kan meski sama-sama tanpa subsidi?
Selain harga BBM yang lebih murah dengan kualitas lebih baik, fakta lain mungkin bikin kamu tercengang dan bertanya-tanya, ada apa dengan Indonesia?
Ya, meski bisa menjual harga BBM dengan kualitas bagus dengan harga lebih murah, Petronas –perusahaan minyak milik negara– bisa menghasilkan keuntungan lebih banyak dibandingkan Pertamina.
Padahal, logikanya kan begini: Petronas yang menjual harga BBM lebih murah dari Pertamina, akan mendapat keuntungan lebih kecil dari Pertamina.
Namun, faktanya tidak. Merujuk pada majalah Fortune, revenue Pertamina pada 2023 tercatat sebesar 75,78 miliar dollar AS setara Rp 1.237,33 triliun.
Namun dari pendapatan sebesar itu, Pertamina meraup laba sebesar 4,44 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 72,48 triliun.
Dengan membandingkan keduanya, maka laba Petronas 3 kali lipat lebih besar dibandingkan laba yang diraup Pertamina pada tahun 2023.
Jadi jangan heran kalau warga +62 sering ngomel: isi bensin mahal, gaji stagnan, layanan publik ajaib.
Sementara tetangga sebelah bisa bikin rakyatnya senyum di SPBU.
Kok bisa? Ada salah urus dengan negara ini? Atau duitnya nyasar entah ke mana? Tanya kenapa?
Pertanyaan penting lainnya: kapan Pertamina berhenti jadi “mesin ATM” elit politik dan bener-bener mikirin rakyat?. (*)