BACAAJA, JAKARTA – Lagi ramai banget nih soal santri yang ikut bantu bangun gedung di pesantren. Banyak yang bilang itu eksploitasi, tapi Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya, langsung meluruskan. Katanya, kerja bakti di pesantren itu bukan paksaan, apalagi eksploitasi, tapi bagian dari tradisi dan pendidikan akhlak.
“Santri itu punya tiga hal penting: tholabul ilmi (menuntut ilmu), tazkiyatun nafs (membersihkan diri), dan jihad fi sabilillah (berjuang di jalan Allah),” kata Gus Yahya usai acara kick off Hari Santri di Gedung PBNU, Jakarta.
Menurutnya, kegiatan kayak bersih-bersih, bantu tukang, atau bantu bangun fasilitas pesantren itu bagian dari latihan mental. Santri dilatih buat ikhlas berkhidmat, bukan disuruh kerja rodi.
“Kalau di kampung orang kerja bakti bersihin got, itu kan nggak dibilang eksploitasi. Nah, di pesantren juga sama. Bedanya, ini sambil ngasah keikhlasan,” jelas Gus Yahya.
Kasus ini rame setelah bangunan mushala tiga lantai di Pondok Pesantren Al-Khoziny, Sidoarjo, ambruk akhir September lalu. Warganet sempat curiga kalau pembangunan itu banyak melibatkan santri dan dianggap berisiko.
Tapi PBNU menegaskan, santri yang bantu cuma sekadar bantu, bukan jadi tukang utama. Pekerjaan inti tetap dikerjain sama profesional.
“Bangunannya kan buat mereka sendiri — buat belajar, buat ngaji, buat tempat tinggal. Jadi ini bukan soal ‘nyuruh santri kerja’, tapi tradisi gotong royong,” tambah Gus Yahya.
Ia juga bilang, pesantren itu bukan perusahaan atau proyek bisnis. Semua dijalankan dengan semangat pengabdian dan keikhlasan, bukan buat cari untung.
“Pesantren itu bukan badan usaha. Kita jalankan secara non-profit, tujuannya mendidik dan membentuk karakter. Bukan cari uang, tapi cari ridha Allah,” tegasnya.
Menurut Gus Yahya, justru nilai-nilai kayak gini yang bikin santri kuat — terbiasa bantu orang lain, nggak gengsian, dan tumbuh jadi pribadi yang rendah hati.
“Kalau dari kecil udah biasa gotong royong, nanti gede nggak bakal susah diminta bantu orang,” katanya sambil senyum.
PBNU juga minta masyarakat buat nggak gampang nyimpulin hal-hal kayak gini dari sisi negatif aja. Soalnya, tradisi kerja bakti udah jadi bagian dari budaya pesantren dari dulu.
“Yang penting, semuanya dilakukan dengan aman dan nggak ngerugiin siapa pun. Kalau itu dijaga, ya justru bagus,” lanjut Gus Yahya.
Banyak juga netizen yang setelah baca klarifikasi ini malah ngaku setuju. Katanya, kerja bakti di pesantren justru bikin santri lebih tangguh dan nggak manja.
“Daripada nongkrong di kamar main HP, mending bantuin bersihin halaman masjid,” tulis salah satu komentar di media sosial.
Gus Yahya menutup penjelasannya dengan pesan adem: jangan mudah suudzon sama tradisi pesantren. Karena semua yang dilakukan, niatnya buat kebaikan bareng-bareng.
“Ini soal semangat gotong royong dan pengabdian, bukan soal siapa nyuruh siapa,” tandasnya.
Dan ya, mungkin di luar kelihatannya sepele — cuma kerja bakti. Tapi buat para santri, itu bagian dari pendidikan hidup. Karena di pesantren, belajar nggak cuma dari kitab, tapi juga dari pengalaman dan ketulusan hati. (*)