BACAAJA, SEMARANG- Budaya lokal jangan cuma jadi tontonan di kampung halaman. Kalau digarap bareng-bareng, bisa banget naik kelas sampai level nasional bahkan go internasional. Hal itu yang ditegaskan anggota Komisi VII DPR RI sekaligus desainer senior, Samuel JD Wattimena saat hadir di Simposium Hysteria di Semarang Creative Hub, Minggu (24/8).
Event ini ngumpulin komunitas dari berbagai daerah di Jawa Tengah buat tukar ide dan gagasan. “Selama ini orang fesyen jalan sendiri, seni rupa jalan sendiri, orang budaya juga sibuk dengan dunianya sendiri. Nah, ini harusnya dikolaborasikan biar impact-nya lebih luas,” kata Samuel.
Politikus PDIP ini mengaku seneng banget bisa denger presentasi dari sembilan komunitas lokal Jateng. Buat Samuel, yang biasanya ketemu budayawan kelas nasional dan internasional di Jakarta, insight dari akar rumput kayak gini justru lebih segar.
“Masukan dari komunitas lokal ini bisa jadi pemicu buat artisan-artisan lain, entah itu di fesyen, musik, atau seni lainnya. Kalau tiap suku serius ngangkat bahasa dan tradisinya, itu bakal jadi magnet luar biasa buat wisata dan UMKM kreatif,” tambahnya.
Pusat Budaya
Samuel juga nyorot peran Kota Semarang yang menurutnya bisa jadi pusat hidup budaya Jawa Tengah. Sebagai ibu kota provinsi, Semarang dinilai pas banget jadi panggung bareng karya-karya budaya dari daerah lain.
“Bayangin kalau karya dari berbagai daerah dibawa ke Semarang. Kota ini bakal hidup banget sama budaya. Tapi syaratnya ya, kita semua mau berkomunikasi, kolaborasi, dan konsolidasi,” tegasnya.
Selain Samuel, ada juga akademisi Unika Soegijapranata, Cecilia Pretty Grafiani, yang bawain hasil risetnya soal ruang publik di Kota Semarang, khususnya Taman Indonesia Kaya (TIK). Menurutnya, TIK yang dibangun lewat CSR Djarum Foundation udah sering dipakai komunitas buat berkarya. Tapi sayang, akun medsos TIK masih belum maksimal.
“Jangan cuma jadi etalase kegiatan. Media sosial TIK harusnya bisa jadi ruang diskusi dan tempat berbagi pengetahuan,” kata Cecilia. Forum ini diharapkan nggak cuma jadi ajang curhat komunitas, tapi juga titik awal lahirnya kolaborasi nyata biar budaya lokal Jateng makin hidup dan dikenal luas. (*)