BACAAJA, JAKARTA – Drama pekerja migran asal Indonesia di Kamboja akhirnya mulai menemukan titik terang. Sebanyak 110 WNI yang sempat terjebak dalam perusahaan online scam kini sudah diamankan oleh otoritas setempat dan KBRI Phnom Penh.
Kabar baiknya, kondisi mereka dinyatakan sehat dan proses pemulangan tengah disiapkan pemerintah Indonesia. Mereka kini menunggu giliran untuk dipulangkan ke tanah air setelah melewati masa sulit di negeri orang.
Plt. Direktur Siber Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Kombes Pol Guntur Saputro, menjelaskan bahwa jumlah korban terus bertambah dari laporan awal. Dari 97 orang, kini meningkat menjadi 110 WNI yang berhasil keluar dari perusahaan scam tersebut.
“Semuanya sudah berada di rumah detensi imigrasi Kamboja, alhamdulillah dalam keadaan sehat,” ujar Kombes Guntur dalam keterangan resminya.
Sebelas WNI yang sebelumnya dirawat di rumah sakit pun dikonfirmasi sudah pulih. Mereka kini bergabung dengan rekan-rekan lain sambil menunggu proses administrasi kepulangan.
Namun, di balik kabar baik itu, terselip kisah pahit. Beberapa WNI mengaku mendapat perlakuan kasar dari rekan senegaranya sendiri.
Kombes Guntur menyebut, empat WNI yang berperan sebagai leader scam diduga menjadi pelaku kekerasan terhadap sesama pekerja. Mereka memberikan sanksi fisik bagi yang gagal memenuhi target kerja.
“Empat orang ini melakukan kekerasan sebagai bentuk hukuman. Sekarang sudah ditangani polisi Kamboja dan sedang diinvestigasi,” jelasnya.
Kepolisian Kamboja saat ini tengah mendalami peran para pelaku serta jalur perekrutan yang digunakan. Dari hasil asesmen, mayoritas korban direkrut lewat jalur ilegal.
Platform digital seperti Telegram dan Facebook disebut menjadi pintu awal bagi para korban untuk dijebak dengan iming-iming gaji besar dan pekerjaan mudah.
Tak sedikit pula yang tergiur karena ajakan teman atau kenalan yang sebelumnya lebih dulu berangkat. Janji manis berubah menjadi jebakan, meninggalkan luka dan trauma bagi para korban.
Sementara itu, pemerintah Indonesia melalui KBRI Phnom Penh terus berkoordinasi intensif dengan otoritas setempat. Fokus utama kini adalah mempercepat proses repatriasi.
Dari total 110 WNI, sebanyak 91 orang memiliki paspor dan siap menjalani repatriasi mandiri. Mereka yang tidak memiliki dokumen akan dibuatkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP).
Setelah sampai di Indonesia, mereka akan menjalani proses verifikasi dan asesmen ulang untuk mengungkap pihak yang bertanggung jawab atas perekrutan mereka.
Langkah ini diharapkan bisa membuka rantai panjang perdagangan manusia yang berkedok tawaran kerja di luar negeri.
Pemerintah menegaskan akan menindak tegas pihak-pihak yang terbukti terlibat dalam perekrutan ilegal tersebut.
Kasus ini juga menjadi pengingat penting bagi masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap tawaran kerja daring yang tidak jelas sumbernya.
Satu kesamaan dari semua korban: mereka berangkat dengan harapan tinggi, tapi pulang dengan pengalaman getir.
Kini, tugas negara adalah memastikan mereka benar-benar bisa pulang dengan aman dan mendapatkan pendampingan setelah tiba di tanah air.
Karena di balik kisah mereka, tersimpan pelajaran besar tentang pentingnya kewaspadaan dan perlindungan tenaga kerja migran.
Dan semoga, dari kejadian ini, tidak ada lagi warga Indonesia yang harus mencari rezeki dengan cara yang berujung penipuan dan penderitaan. (*)


