BACAAJA, JAKARTA – Pertanyaan soal keputihan bukan lagi hal tabu. Justru, di era digital seperti sekarang, banyak muslimah mencari jawaban lewat forum online, konten dakwah di YouTube, hingga tanya langsung ke ustazah di media sosial. Salah satu yang paling sering ditanyakan adalah: apakah keputihan membatalkan wudhu dan artinya bagi ibadah seorang wanita?
Keputihan sebenarnya kondisi alami yang dialami hampir semua perempuan. Tubuh memproduksi cairan ini untuk menjaga kelembapan, membersihkan area kewanitaan, sekaligus melindungi dari infeksi. Jadi, secara medis, keputihan bukanlah penyakit, kecuali muncul dalam jumlah berlebihan atau disertai bau tak sedap.
Namun, dalam kacamata fikih, masalah ini lebih kompleks. Ulama sejak dulu sudah membahas soal cairan yang keluar dari tubuh wanita, dan perbedaan pendapat pun muncul. Sebagian menyebut keputihan membatalkan wudhu, sebagian lain mengatakan tidak.
Mayoritas ulama (jumhur) berpegang pada kaidah bahwa setiap cairan yang keluar dari qubul atau dubur membatalkan wudhu. Maka, keputihan pun masuk dalam kategori ini. Analogi yang sering dipakai adalah istihadhah, yakni keluarnya darah selain haid, yang mewajibkan wanita untuk memperbarui wudhunya.
Di sisi lain, ada ulama seperti Imam Syafi’i yang berpendapat lebih longgar. Menurutnya, keputihan yang sifatnya normal bukan najis dan tidak membatalkan wudhu. Pandangan ini kemudian banyak dibicarakan, terutama oleh kalangan muda yang ingin memahami agama dengan pendekatan lebih ringan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, dalam salah satu kitabnya, memberikan garis tegas. Ia menjelaskan bahwa meski cairan itu keluar dari saluran reproduksi dan bukan saluran kencing, tetap lebih hati-hati jika dianggap membatalkan wudhu. Kenapa? Karena shalat adalah ibadah utama yang harus dijalani dalam keadaan suci.
Dari sini terlihat, hukum keputihan tidak bisa disamaratakan. Ada perbedaan, ada pilihan, dan setiap muslimah bisa menyesuaikan dengan kondisi tubuhnya serta pandangan ulama yang ia yakini.
Pertanyaan berikutnya, bagaimana kalau keputihan muncul terus-menerus? Para ulama menyamakannya dengan kondisi beser atau kencing yang sulit ditahan. Solusinya adalah berwudhu setiap kali masuk waktu shalat, meski cairan masih keluar. Dengan begitu, kewajiban ibadah tetap jalan tanpa harus menunggu cairan berhenti.
Di tengah kehidupan modern, menjaga kebersihan juga jadi poin penting. Ulama menganjurkan agar pakaian yang terkena cairan dibersihkan, atau menggunakan pantyliner untuk memudahkan. Jadi, selain sah secara syariat, muslimah juga tetap merasa nyaman dalam aktivitas sehari-hari.
Menariknya, ada perdebatan soal “kalau cairannya suci, kenapa masih membatalkan wudhu?”. Ulama menjawab dengan analogi kentut: angin yang keluar dari dubur tidak najis, tetapi tetap membatalkan wudhu. Artinya, batal wudhu tidak selalu ditentukan oleh najis atau tidaknya, melainkan dari jalannya keluar cairan atau angin itu sendiri.
Pada akhirnya, jawaban atas pertanyaan apakah keputihan membatalkan wudhu dan artinya kembali kepada pendapat yang lebih dominan: ya, membatalkan. Namun, adanya pandangan berbeda memberi ruang bagi muslimah untuk memahami bahwa fikih itu luas, fleksibel, dan punya dasar yang beragam.
Yang terpenting, setiap muslimah bisa menjaga kebersihan, memperbarui wudhu dengan tenang, dan menjalani shalat tanpa rasa was-was. Sebab tujuan utama bersuci bukan sekadar mengikuti aturan teknis, tapi memastikan diri siap secara fisik dan batin saat berdiri menghadap Allah. (*)